BERGURU KEPADA ABAH UDJU
Oleh:
IDRIS APANDI
(Widyaiswara LPMP Jawa Barat, Ketua Komunitas Pegiat Literasi Jabar/KPLJ)
Nama Abah Udju muncul sejak dua tahun yang lalu ketika Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi menemuinya di kediamannya di Kecamatan Darangdan. AbahUdju adalah seorang warga biasa yang kesehariannya dihabiskan untuk mengabdi kepada masyarakat dengan cara berkeliling kampung menggunakan sepeda tua membawa buku-buku untuk dibaca secara gratis oleh masyarakat. Hal tersebut dilakukannya sebagai bentuk kepeduliannya untuk meningkatkan budaya baca masyarakat di daerah tempat tinggalnya.
Jauh-jauh hari sebelum booming gerakan literasi yang saat ini digaungkan oleh pemerintah, Abah Udju telah melakukan kampanye literasi di kampungnya, tanpa gembar-gembor, tanpa selfie dan tanpa publikasi. AbahUdju tidak pernah mengikuti diklat literasi seperti yang didapatkan oleh para pegiat literasi, tidak tahu cara membuat pohon literasi, tidak tahu cara membuat review buku, tidak tahu cara membuat fish bone analysis,dan berbagai hal yang saat ini diperkenalkan dan dimunculkan seiring dengan program Gerakan Literasi Sekolah (GLS).
Hal yang diketahui oleh Abah Udju adalah membaca itu penting dan berharap wawasan masyarakat meningkat seiring dengan meningkatnya minat baca masyarakat. Abah Udju secara nyata telah mengamalkan Iqra,ayat pertama dari QS Al Alaq, wahyu pertama yang diturunkan Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw.
Dalam konteks peran serta masyarakat dalam pembangunan, hal yang dilakukan oleh Abah Udju adalah bentuk nyata dari partisipasi masyarakat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Di tengah keterbatasan, bersama sepeda onthelnya, dia terus bergerak, menebar kebaikan, dan menebar manfaat bagi masyarakat.
Abah Udju mungkin tidak pernah berpikir membuat proposal, mengemis-ngemis, melobi pihak pemerintah atau pengusaha memberikan bantuan buku padanya. Saya yakin, Abah Udju tidak pernah berpikir untuk mendapat penghargaan atau diundang ke kantor Bupati, walau tentunya senang kalau mendapatkan perhatian dari pemerintah, hingga karena aksinya tersebut, Bupati Dedi Mulyadi mengunjunginya sebagai bentuk dukungan dan apresiasi terhadap aksi nyatanya selama ini. Abah Udju yang terampil bermain suling pun diminta untuk melatih suling di Pendopo.
Bertepatan dengan peringatan Hari Buku Nasional, tanggal 17 Mei yang lalu, Abah Udju mendapatkan penghargaan dari Dinas Pendidikan Kabupaten Purwakarta sebagai Pegiat Literasi. Hal ini tentunya sangat membanggakan karena seorang masyarakat biasa, yang aktivitas kesehariannya jauh dari hirup pikuk dunia akademik, begitu peduli dengan pembangunan minat baca masyarakat.
Hal ini sebenarnya menjadi “tamparan” bagi kalangan akademisi yang baru bergerak tentang pentingnya budaya literasi setelah gembar-gembor GLS tahun 2015. Tapi itu pun jauh lebih baik dibandingkan tidak bergerak sama sekali. Idealnya memang kalangan akademisi yang menjadi penggagas, pelopor, dan penggerak literasi, tetapi nyatanya justru kalangan masyarakat biasa yang menjadi ikon-ikon pejuang literasi. Selain Abah Udju di Purwakarta, ada Robby di Cirebon dengan Pedati Pustakanya, dan Elis Ratna di Kabupaten Bandung dengan Angkot Literasi dan perpustakaan kelilingnya.