Menjelang bergulirnya tahun pelajaran baru, para orang tua sudah mencari informasi memilih sekolah untuk melanjutkan pendidikan anaknya, baik dari SD/MI ke SMP/MTs atau pun dari SMP ke SMA/MA/SMK/MAK. Ada yang memilih melanjutkan pendidikan anaknya ke sekolah yang tidak jauh dari tempat tinggalnya, dan ada pula yang menitipkan anaknya di pesantren atau sekolah berasrama (boarding school).
Salah satu alternatif yang bisa diambil oleh orang tua adalah melanjutkan pendidikan anaknya ke sekolah pesantren. Ada beberapa manfaat yang didapatkan. Pertama,anak disamping menuntut ilmu pendidikan umum, juga mendapatkan pendidikan agama, sehingga terjadi keseimbangan antara ilmu dunia dan ilmu agama dalam dirinya. Ilmu agama akan menjadi fondasi bagi anak dalam menjalani kehidupannya.
Seorang manusia bukan perlu cerdas secara intelektual, tetapi juga secara kepribadian, sosial, dan spiritual. Pesantren adalah tempat yang tepat untuk membentuk beberapa kecerdasan tersebut. Di tengah tantangan yang semakin berat dan ketat, ketika banyak manusia terlalu menghamba kepada iptek minus iman dan takwa kepada Allah Swt., di tengah serbuan sekulerisme, materialisme, hedonisme, dan individualisme, dan jauh semakin jauh dari nilai-nilai, pesantren diharapkan menjadi benteng untuk membangun dan menjaga akidah umat.
Kedua,melatih kemandirian. Dengan mengikuti pendidikan pesantren anak dilatih untuk mandiri, mengelola dirinya, tidak cengeng, tidak terlalu ketergantungan kepada orang tua. Pada awalnya mungkin sang anak akan merasa tersiksa, merana, merasa dibuang oleh orang tuanya, belum banyak yang kenal. Biasanya serba dilayani, tinggal makan, tinggal minum, tinggal memakai seragam, dan sebagainya, selama di pesantren dia harus melakukannya sendiri. Seiring dengan perjalanan waktu, sang anak pun mulai terbiasa dan akan merasa betah. Apalagi sudah mengenal lingkungan, dan memiliki banyak teman.
Ada perbedaan antara pesantren di masa lalu dengan masa sekarang. Dulu, santri harus menyiapkan makan dan minum sendiri, ngaliwet menggunakan kastrol (sejenis alat penanak nasi), lalu memakannya di atas daun atau nampan bersama santi yang lain, mencuci sendiri, dan menyetrika baju sendiri. Tetapi saat ini dengan sistem pesantren modern, makanan sudah disiapkan oleh pesantren, bahkan mencuci baju pun menggunakan jasa laundry.Tempat tidur pun, kalau dulu cukup menggunakan tikar atau karpet, sekarang menggunakan kasur busa. Intinya, santri sudah dibuat nyaman dan difasilitasi. Walau demikian, ada juga santri yang masih memasak makanan sendiri dan mencuci pakaian sendiri.
Ketiga,melatih disiplin. Pesantren memiliki tata tertib yang harus ditaati oleh setiap santrinya. Tata tertib tentunya disertai sanksi bagi melanggarnya. Biasanya, pada saat mendaftar, tata tertib tersebut disampaikan pihak pesantren, dan ditandatangani oleh orang tua dan calon santri. Tujuannya agar pesantren dapat melaksanaan mewenangannya untuk mengajar dan mendidik santri sesuai aturan yang berlaku, serta menciptakan keamanan dan ketertiban di lingkungan pesantren.
Kegiatan di pesantren yang juga menyelenggarakan sekolah biasanya dimulai sejak pukul 03.00 dini hari sampai dengan pukul 22.00, yang diisi baik dengan aktivitas keagamaan maupun belajar di sekolah. Setelah itu para santri wajib istirahat. Selama menuntut ilmu di pesantren, para santri dibimbing sekaligus diawasi oleh senior atau ustadznya.
Pada awal-awal santri masuk ke pesantren, tentunya akan terasa berat, karena merasa tidak bebas, dikekang dengan berbagai aturan yang mengikat. Tidak seperti di rumah, bisa bangun, main, makan, minum, dan tidur seenaknya, di pesantren semua ada aturannya, dan harus ditaati, dan jika dilanggar harus siap mendapatkan sanksi.
Keempat,membangun mental yang kuat. Pendidikan selama sekian lama di pesantren dapat membangun mental yang kuat sebagai bekal kehidupan. Kesuksesan seseorang tidak hanya tergantung kepada kecerdasan intelektualnya (hard skill),juga memiliki mentalitas yang kuat. Sebuah studi yang dilakukan oleh Universitas Harvard menyebutkan bahwa kesuksesan seseorang 20% ditentukan oleh hard skill dan 80% ditentukan oleh soft skill.
Dengan mengikuti pendidikan di pesantren, jauh dari orang tua, harus bisa beradaptasi dengan lingkungan pesantren. Harus bersikap hemat juga karena bekal yang diberikan oleh orang tua tentunya terbatas. Pendidikan di pesantren butuh minat, kesungguhan, dan mental baja. Semuanya harus diawali oleh keinginan sang anak untuk mencari ilmu di pesantren, sedangkan orang tua hanya memfasilitasi, mendukung disertai dengan doa bagi sang anak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H