Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Balada Ustadz Kukut; Ustadzku Sayang, Ustadzku Malang

27 Agustus 2016   22:51 Diperbarui: 27 Agustus 2016   23:12 787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Guru mengaji (Ilustrasi: daengadda.com)

Setelah shalat mahrib, di mushalla di sebuah kampung terdengar anak-anak sedang membaca surat-surat pendek bersama-sama. Diantara anak-anak yang sedang mengaji itu, ada seorang guru ngaji, sebutlah Ustadz Kukut yang sedang mendengarkan bacaan santri-santrinya. Setelah mereka membaca santrinya, Pak Ustadz menjelaskan isi dari salah satu surat pendek yang dibaca para santri dan sekaligus memberikan memberikan tausyiah kepada para santri.

Ustadz Kukut selain mengajar ngaji juga menjadi imam shalat lima waktu. Kalau ada warga yang menikahkan, syukuran melahirkan, atau ada yang meninggal, Ustadz Kukut diminta untuk memimpin do’anya. Bahkan kalau ada warga yang sakit, minta tamba(obat) kepadanya.

Ketika para pegawai jam kerjanya dibatasi, maka jam kerjanya tidak dibatasi, misalnya dari pukul 07.30 s.d. 16.00, maka jam kerja Ustadz Kukut adalah 24 jam. Tengah malam ketika ada warga yang meminta pertolongan, tidak ada alasan untuk menolak. Dia harus memberikan pertolongan.

Urusan kesejahteraan? Ustadz Kukut tidak memiliki gaji tetap karena tidak ada yang menggaji. Kadang ada yang tunjangan dari pemerintah, itu pun datangnya setahun sekali, jumlahnya tidak seberapa, ditambah suka ditumpangi muatan politik dari penguasa, karena ustadz memiliki jamaah yang diharapkan bisi digiring sesuai dengan kepentingan politik penguasa.

Gaji dari orang tua? Sang Ustadz Kukut kurang mendapatkan perhatian dari orang tua santri. Jangankan memberikan gaji, sumbangan pun kadang ada yang suka memberi atau tidak sama sekali. Bahkan perlengkapan mengaji anaknya pun seperti Al-Qur;an atau kitab kadang ada yang lupa memberikan.

Para orang tua kadang hanya menyuruh anaknya untuk mengaji kepada Pak Ustadz, tanpa diantar langsung alias dititipkan kepada sang ustadz. Berbeda dengan pendidikan umum, ada istilah mengantar anak di hari pertama sekolah. Kalau untuk pengajian di kampung mah boro-boro. Anak-anaknya mau mengaji juga sudahuyuhan.

Ironis, listrik ketika kotak amal kosong, maka sang ustadz yang harus mencari uang untuk membayarnya, ketika pengeras suara mushalla rusak, dia yang membawanya ke tukang service, bahkan ketika genting mushalla bocor, dia yang nerekel(naik) ke atap mushalla untuk membetulkan. Jadi ustadz di kampung memang harus menguasai segudang ilmu, segudang do’a karena banyaknya yang minta dido’akan, juga harus memiliki kompetensi tukang bangunan atau tukang service pengeras suara mesjid.

Walau demikian, Sang Ustadz Kukut tidak pernah mengeluh. Dia tetap melaksanakan pekerjaannya dengan ikhlas. Baginya ini adalah jihad atau jalan dakwah. Urusan rezeki diserahkan kepada Sang Maha Pemberi Rezeki, Allah SWT. Dan realitanya, walau penuh keterbatasan sang Ustadz bisa menghidupi anak istrinya. Ketika diminta ceramah, mengajar gaji, membantu orang yang meminta bantuannya, dia hanya mendapatkan honor alakadarnya, sesuai dengan kemampuan pengundang, alias tidak pernah mematok honor. Baginya, rezeki berapapun dan dalam bentuk apapun, tetap harus disukuri. Oleh karena itu, rezekinya dan hidupnya tetap berkah.

Itulah potret kehidupan ustadz kukut, alias ustadz kampung, alias ustadz kandang. Ustadz seperti itu banyak berada di kampung-kampung. Keberadaannya sangat dibutuhkan, tetapi kesejahteraannya kurang diperhatikan baik oleh orang tua santri, masyarakat, bahkan pemerintah.

Kadang sang ustadz risih kalau sudah membahas masalah sedekah atau zakat, karena takut ada yang bilang ingin diberi sedekah. Atau ketika bersilaturahmi ke rumah warga, takut sebut minta subangan, dan lain sebagainya. Maklum lah, sang Ustadz hidupnya pas-pasan. Menjelaskan bab ibadah haji, dia pun belum menunaikan ibadah haji, hanya sebatas menjelaskan apa yang ada di kitab saja.

Melihat kondisi kehidupan para Ustadz, nampaknya harus ada syarat tambahan untuk menjadi ustadz, yaitu harus kaya, punya usaha, dan mandiri. Jangan sampai ketergantungan kepada jamaahnya supaya harga diri dan kehormatannya bisa terjaga. Ketika dia menjelaskan bab sedekah atau zakat, dia adalah orang yang pertama melakukannya. Ketika menjelaskan tentang bab haji, dia menjelaskannya disamping berdasarkan ilmunya, juga berdasarkan pengalamannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun