Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anies, Sang Menteri Pejuang Guru

13 Juni 2016   13:14 Diperbarui: 13 Juni 2016   15:00 792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mendikbud Anies Baswedan. (Foto : merdeka.com)

Beberapa hari ini, di group WhatsApp dan telegram kalangan pendidik dan tenaga kependidikan beredar dua pesan dari Mendikbud kepada para stafnya. Inti dari kedua pesan tersebut adalah agar para stafnya di lingkungan Kemdikbud khususnya yang mengelola guru dapat “memanusiakan” guru sebagai ujung tombak pendidikan.

Kalau boleh Saya tafsirkan, maksud dari kalimat “memanusiakan” guru adalah, pertama,berikan pelayanan prima kepada guru. Kedua,  sederhanakan prosedur yang berkaitan dengan hajat hidup guru seperti pengurusan kenaikan pangat, sertifikasi, NUPTK, dan sebagainya. Ketiga,staf Kemdikbud yang mengurus hajat hidup guru memiliki empati terhadap guru yang memiliki kendala atau memerlukan bantuan. Layani dan tindaklanjuti dengan cepat. Jangan dianggap enteng atau dianggap sebelah mata.  

Mas Menteri berpesan, cukup sudah Kemdikbud menjadi pusat keluhan guru. Bantu, mudahkan, dan sederhanakan semua proses yang menyangkut kepentingan guru. Jangan lagi ada keluhan serupa disampaikan kepada Kemdikbud. Tingkatkan kualitas pelayanan, ubah pola pikir staf dari biasa dilayani menjadi melayani dengan sepenuh hati. Dan jika ada staf yang tidak siap berubah, silakan minggir dari barisan. Pesan ini merupakan peringatan keras yang disampaikan Mas Menteri yang disampaikan kepada para stafnya untuk direspon dengan sigap dan cepat.  

Mas menteri berharap ketika ada guru yang datang mengurus segala urusannya ke gedung Kemdikbud dengan wajah muram, penuh dengan kebingungan dan ketidaktahuan, maka ketika pulang, wajah mereka sumringah dan senang. Hal tersebut di relevan dengan yang pernah disampaikan oleh Mas Menteri dalam berbagai kesempatan agar guru dimuliakan.

Memuliakan guru bukan hanya jargon atau kata-kata indah yang disampaikan pada saat upacara hari guru atau Hardiknas, tapi perlu disertai dengan langkah konkrit. Political WillMas Menteri untuk memuliakan guru perlu didukung oleh staf-stafnya dengan peningkatan kinerja dan pelayanan. Apalagi jika dikaitkan dengan revolusi mental dan reformasi birokrasi, mental staf Kemdikbud mulai dari security, resepsionis, staf teknis, sampai jajaran pejabat di lingkungan Kemdikbud harus berubah menjadi para pelayan masyarakat yang sigap, responsif, dan fokus terhadap kepuasan pelanggan. Guru yang memiliki kewajiban mengajar dan mendidik anak-anak bangsa jangan direpotkan dengan berbagai prosedur dan berbagai administrasi dan ribet dan bertele-tele, dan kadang tidak jelas sehingga para guru tidak fokus melaksanakan tugasnya.

Dalam dua pesan WA tersebut, Saya membaca ketidakpuasan dan Mas Menteri terhadap rendahnya kualitas pelayanan yang diberikan terhadap guru. Intinya, guru jangan dipersulit dalam mengurus urusannya. Dalam salah satu pesan Mas Menteri sangat terenyuh dengan kisah Ibu Mei, seorang guru TK dari Magelang, yang satu tahun lagi mau pensiun harus datang langsung ke Gedung Kemdikbud di Jakarta untuk mengurus proses pensiunnya. Dan ketika datang ke tempat yang dituju, petugasnya tidak ada di tempat, padahal Ibu Mei yang ditemani anaknya sudah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit agar bisa ke Jakarta dan sudah menunggu lama.

Kasus yang menimpa ibu Mei, hanyalah gambaran satu dari sekian banyak kasus yang dialami guru dalam mengurus kepentingannya, dimana dalam ketidaktahuan dan ketidakpastian, guru terpaksa datang langsung ke Jakarta untuk mengurus kepentingannya. Anak didiknya pun terpaksa ditinggalkan karena dia harus memperjuangkan nasibnya.

Kalau lagi bernasib baik, maka urusannya bisa selesai, tapi kalau kalau lagi bernasib kurang baik, dia hanya bisa gigit jari karena urusannya tidak selesai atau staf yang mengurusnya tidak ada di tempat. Nasibnya bisa saja juga sial karena berkas kenaikan pangkat yang diajukannya hilang, terselip, atau tertumpuk-tumpuk berkas yang lainnya. Kadang dengan enteng staf yang mengurusnya, memintanya untuk  mengumpulkan lagi berkas. Hal yang sebenarnya sangat merepotkan guru.

Dalam hal kenaikan pangkat saja, informasinya kadang tidak jelas. Guru yang telah mengirimkan berkas tidak tahu apakah berkasnya sudah diproses atau belum karena tidak ada konfirmasi dari petugasnya. Selain itu, tidak ada kejelasan kapan prosesnya akan selesai, sehingga guru mengalami kebingungan.

Berdasarkan infomasi yang Saya terima dari guru mengurus kenaikan pangkat ke Jakarta, mereka mencoba menelepon untuk mencari informasi tentang proses kenaikan pangkatnya, tapi kadang tidak ada yang mengangkat. Kalau pun lagi mujur, teleponnya diangkat tapi jawaban dari staf yang mengurusnya tidak jelas, tidak ada target waktu penyelesaian yang pasti. Jawabannya yang diterima hanya “berkasnya sedang diproses”,tapi tidak jelas kapan prosesnya selesai. Akibatnya, guru merasa nasibnya digantung oleh lembaga yang seharusnya menganyominya.

Beberapa tahun yang lalu, Saya pernah menjadi petugas di Seketariat Kenaikan Pangkat Guru Gol. IV/a ke atas di kantor tempat Saya bekerja. Saya melihat perjuangan yang luar biasa dari guru-guru yang datang daerah-daerah terpencil di Jawa Barat mengantarkan berkas usulan kenaikan pangkatnya. Mereka pergi dini hari dari rumahnya agar dapat datang tidak terlalu hari ke kantor Saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun