Oleh: IDRIS APANDI
(Praktisi Pendidikan)
Pencegahan dan perlindungan terhadap kekerasan di satuan pendidikan bukan hanya untuk murid saja, tetapi juga untuk kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan, serta orangtua. Ini adalah amanat Permendikbudristek Nomor 46 tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP).Â
Oleh karena itu, dalam implementasinya harus proporsional. Semua warga sekolah harus dilindungi dan terlindungi. Bukan hanya terlalu fokus kepada salah satu pihak saja. Dengan kata lain, pendidikan yang memihak kepada murid bukan berarti mengabaikan keberpihakan kepada warga sekolah lainnya.
Selain regulasi di atas, perlindungan pendidik tenaga kependidikan juga diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru dan Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Bagi Pendidik Dan Tenaga Kependidikan. Regulasi sudah ada.Â
Tinggal bagaimana efektivitas implementasinya di lapangan. Apakah sudah benar-benar dilaksanakan atau baru indah di atas kertas?
Tim atau Satgas Pencegahan dan Penanganan kekerasan di satuan pendidikan idealnya bukan hanya diwakili oleh pihak sekolah, lembaga perlindungan anak, dan orang tua saja, tetapi juga harus ada unsur dari organisasi profesi guru, karena jika ada tindakan kekerasan yang menimpa guru, harus ada yang membantu mengadvokasinya.Â
Secara tupoksi, salah satu peran organisasi profesi guru adalah melindungi guru dari tindakan kekerasan, intimidasi, dan kriminalisasi.
Kalau dalam Tim atau Satgas TPPKSP tidak ada unsur organisasi profesi guru, siapa yang akan total membela dan memperjuangkannya? Mungkin saja unsur non-guru berkomitmen membela guru, tetapi akan lebih utama, lebih relevan, dan jauh lebih militan jika yang memperjuangkannya adalah organisasi profesi guru.
Sangat baik juga jika di dalam satgas TPPKSP dilengkapi unsur dari aparat penegak hukum, konselor, dan psikolog. Tujuannya untuk melakukan pembinaan dan pendampingan dalam pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan.Â
Walau demikian, jika terjadi kasus kekerasan, baik yang menimpa guru maupun murid, maka penyelesaian masalahnya sebaiknya lebih mengedepankan solusi di luar hukum (nonlitigasi) yang dikenal sebagai penyelesaian secara kekeluargaan.