Oleh: IDRIS APANDI
(Praktisi Pendidikan)
Seiring dengan datangnya bulan Ramadan, sekolah pun menyesuaikan kegiatannya, mulai dari penyusunan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) khusus bulan Ramadan, pesantren kilat, buka bersama, acara bakti sosial, dan sebagainya.Â
Khusus untuk mencatat kegiatan peserta didik selama bulan Ramadan, sekolah membuat atau menyediakan buku Catatan Amaliyah Ramadan.Â
Pada buku itu, peserta didik diminta untuk mengisi atau mencatat berbagai amalan selama bulan Ramadan, mulai dari shalat fardhu, shalat tarawih, tadarus Al Quran, dan ceramah Ramadan.Â
Pada buku tersebut juga biasanya terdapat informasi terkait bulan Ramadan, seperti syarat dan rukun puasa, bacaan niat puasa, bacaan niat shalat tarawih, informasi terkait zakat fitrah, dan sebagainya.
Adanya buku itu pada dasarnya tujuannya bagus. Melatih kedisiplinan, media kontrol bagi peserta didik, orang tua, dan guru pembimbing.Â
Melalui disiplin diharapkan lahir kebiasaan yang positif. Amalan-amalan baik tersebut bukan hanya dilakukan di bulan Ramadan saja, tetapi juga pada bulan-bulan berikutnya pascaramadan.
Walau demikian, jika saya perhatikan, Buku Catatan Amaliyah Ramadan lebih banyak berisi terkait amalan ritual saja. Tidak ada format untuk mencatat amalan-amalan yang sifatnya kontekstual dan membangun kecakapan hidup peserta didik.Â
Misalnya, dalam 1 hari apa saja hal baik yang dia lakukan kepada orang lain, hal apa saja yang dia lakukan untuk untuk membantu orangtua di rumah seperti membereskan kamar tidur sendiri, membantu mengepel lantai, mencuci piring, mengasuh adik, menyiapkan menu buka uasa, dan sebagainya.
Jika dilihat dari perspektif pendidikan, bulan Ramadan adalah bulan untuk mendidik diri, membentuk karakter, dan membangun kepribadian yang baik. Oleh karena itu, sebaiknya bukan hanya diisi dengan aktivitas ritual saja yang hanya bermanfaat atau berdampak untuk diri sendiri, tapi juga momentum untuk membangun kecakapan sosial (life skill) seorang hamba.Â