Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Pentingnya Menanamkan Kecakapan Vokasional kepada Anak

16 Januari 2024   15:17 Diperbarui: 17 Januari 2024   09:34 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Freepik)

Oleh: IDRIS APANDI
(Praktisi Pendidikan)

Anak adalah anugerah sekaligus amanat yang diberikan Tuhan kepada orangtuanya. Tugas orangtua bukan hanya memelihara dan membesarkannya, tetapi juga mendidik, karena pendidikan merupakan modal yang sangat penting dalam kehidupan seorang anak untuk menjadi manusia yang kompeten dan berbudi pekerti luhur.

Keluarga adalah lembaga pendidikan pertama dan utama bagi anak. Pendidikan di lingkungan keluarga merupakan hal yang sangat fundamental dan sangat penting bagi anak. Di sinilah diperlukan orangtua yang juga paham dan literat terkait pendidikan, karena bagaimana orangtua mau mendidik anaknya jika mereka sendiri tidak paham terkait konsep mendidik?

Salah satu hal yang perlu ditanamkan oleh orang kepada anak-anaknya adalah pendidikan kecakapan hidup (life skills). Kecakapan hidup adalah kecakapan atau kemampuan yang diperlukan untuk mengatasi berbagai tantangan atau masalah kehidupan sehari-hari.

World Health Organisation (WHO) membagi kecakapan hidup ke dalam beberapa bentuk, yaitu (1) kecakapan mengenal diri sendiri (self awareness) atau kecakapan pribadi (personal skill), (2) kecakapan sosial (social skill), (3) kecakapan berpikir (thinking skill), (4) kecakapan akademik (academic skill), dan (5) kecakapan kejuruan (vocational skill).

Dari 5 life skills tersebut, pada tulisan ini saya akan membahas terkait dengan pentingnya memberikan kecakapan vokasional kepada anak-anak. Kecakapan vokasional adalah kecakapan yang dikaitkan yang dikaitkan dengan bidang tertentu pada masyarakat seperti perbengkelan, kelistrikan, pertanian, perkebunan, kuliner, tata busana, dll.

Orangtua perlu menanamkan kecakapan vokasional dasar kepada anak mulai dari hal yang sederhana. Misalnya merapikan tempat tidur setelah digunakan, membersihkan kamar tidur, menyimpan handuk bekas pakai, menyimpan pakaian di lemari dengan rapi, cara mengampil pakaian yang mau dipakai dari lemari, menyimpan  barang-barang milik pribadi sesuai dengan tempatnya, menghidupkan dan mematikan listrik, membuang sampah pada tempatnya, membetulkan peralatan rumah yang rusak ringan, membetulkan atau mengganti kancing pakaian yang lepas, menyetrika pakaian, mencuci pakaian, sepatu, piring, dan peralatan memasak. Lalu memasak menu makanan yang sederhana seperti menggoreng telur, memasang atau mencopot regulator gas dari kompor, memanfaatkan barang-barang bekas agar bisa digunakan dengan fungsi yang baru, dan sebagainya.

Kadang orangtua kesal saat anak-anak sekarang lebih banyak malas gerak alias mager, lebih sibuk dengan gawainya, sibuk main game online, abai terhadap tanggung jawab terhadap tugas, PR, atau barang-barang pribadinya. Kamar tidur berantakan, sampah berserakan, setiap pagi saat mau pergi sekolah, anak tetap menanyakan seragam, buku, sepatu, atau tas sekolah kepada ibunya. Saat disuruh melakukan sebuah pekerjaan di rumah atau diminta membantu orangtua mengerjakan pekerjaan rumah, anak kadang cuek, kurang peduli, dan menolak dengan alasan lagi tanggung main game online atau tidak bisa. Hal ini yang sering menjadi bahan percekcokan antara anak dan orangtua.

Semua sudah mafhum bahwa pendidikan yang paling utama melalui keteladanan. Walau demikian, faktanya saat orangtua mengajak dan memberikan contoh mengerjakan pekerjaan rumah, tidak otomatis anak mau mengikutinya. Justru yang terjadi adalah anak tetap mager, tetap leyeh-leyeh di sofa, tetap asik dengan gawainya sambil melihat orangtuanya mengerjakan pekerjaan rumah. Kalau pun diperintah agar membantu orangtua, prosesnya alot. Orangtua harus berkali-kali bicara dengan nada tinggi, baru anak sambil terlihat terpaksa atau kesal mengikuti perintah orangtua.

Anak, khususnya yang sudah usia SD sampai SMA/SMK kadang hanya bisa mengeluh kalau ada barang-barang miliknya yang rusak atau hilang, cenderung menyepelekan kalau ada barang yang rusak atau hilang. Belum bisa bertanggung jawab dan menyadari konsekuensi dari hilangnya barang tersebut. Saat  ditanya oleh orangtua di mana barang tersebut hilangnya, cukup menjawab "tidak tahu" dengan wajah yang lempeng atau tidak merasa bersalah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun