Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Setelah Lulus Guru Penggerak Kok Jadi Sombong?

17 Oktober 2023   09:26 Diperbarui: 17 Oktober 2023   21:11 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SETELAH LULUS GURU PENGGERAK, KOK JADI SOMBONG?

Oleh:
IDRIS APANDI
(Praktisi Pendidikan)

"Pak, kenapa yak kalau guru sudah lulus dari Program Guru Penggerak (PGP) kok jadi sombong? Kaya jadi guru yang ekslusif gitu." Tanya seorang kepala sekolah kepada seorang seorang pengawas dalam sebuah obrolan pada sebuah kegiatan. "Mungkin ini kasus saja bu. Tidak bisa digeneralisasi. Banyak lulusan PGP yang baik kok. Coba, sombong gimana maksudnya?". Sang pengawas menjawab pertanyaan kepala sekolah sekaligus bertanya balik kepada sang kepala sekolah.

"Gini pak ya, kan ada guru lulusan PGP di sekolah yang saya pimpin. Saya melihat sikap dan gayanya berubah setelah dia lulus PGP. Dia cenderung menjaga jarak dengan rekan-rekannya di sekolah, sibuk dengan kegiatan di luar sekolah sehingga anak-anak didik di kelas terbengkalai dengan alasan ada kegiatan dari instansi ini dan itu.

Saya pun tidak bisa berbuat banyak. Saya izinkan saja karena katanya sudah tugas dari pusat katanya. Saya sebenarnya senang-senang saja ada guru di sekolah saya yang maju, tetapi jangan sampai tugas pokoknya terbengkalai, sikap dan gayanya berubah karena menyebabkan situasi di sekolah menjadi kurang kondusif. Dia menjadi gunjingan teman-temannya." Sang kepala sekolah menjawab pertanyaan sang pengawas.

Sang kepala sekolah kemudian melanjutkan jawabannya. "Harus diakui bahwa dia ada peningkatan kompetensi, khususnya dalam hal penguasaan TIK, dia banyak membuat video pembelajaran, menyusun bahan ajar dan media pembelajaran yang cukup inovatif selama mengikuti PGP."

Walau demikian, yang dikeluhkan adalah soal karakternya yang cenderung berubah jadi lebih egois dan merasa lebih ekslusif di mata rekan-rekan kerjanya. Mungkin karena merasa sudah punya tiket jadi calon kepala sekolah atau pengawas.

Kemudian sang pengawas merespons jawaban kepala sekolah. "Mungkin ini masalah komunikasi saja bu. Sebaiknya ibu mengajak guru lulusan PGP tersebut untuk berdialog Bersama. Kalau perlu berbicara empat mata dengan guru tersebut. Keluhan ibu dan teman-temannya tersebut sampaikan secara baik-baik. Ajak diskusi supaya berbagai tugas yang diemban olehnya bisa selesai dengan baik. Tidak ada yang dikorbankan. Tugas ibu sebagai pimpinan 'kan membina guru-guru di sekolah dan menjaga agar iklim kerja tetap baik."

Sang pengawas kemudian melanjutkan penjelasannya. "Program Guru Penggerak dilaksanakan oleh pemerintah untuk melahirkan guru-guru pemelajar, guru pelopor, guru pembaharu, guru yang bergerak dan menggerakkan. Jadi, ilmu dan pengalaman yang didapatkan diharapkan bukan bermanfaat untuk dirinya sendiri, tetapi juga bisa berdampak terhadap peningkatan mutu proses pembelajaran yang berpihak kepada murid, bisa berbagi kepada teman-teman di sekolah, dan juga untuk komunitasnya." Dan utamanya, dia menjadi figur pendidik yang humble dan role model bagi rekan kerjanya dan anak-anak didiknya karena selama PGP dia pun didik sebagai pemimpin pembelajaran."

"Iya sih pak idealnya begitu." Kepala sekolah menimpali jawaban dan penjelasan dari pengawas. "Iya bu. Walau mungkin pada praktiknya ada kesenjangan, tapi hal tersebut sekali lagi mungkin hanya kasus dan tidak bisa digeneralisasi bahwa setiap lulusan PGP begitu. Coba ibu perhatikan guru lulusan PGP di sekolah lain. Tanya kepala sekolah atau rekan-rekan kerjanya. Mungkin kondisinya berbeda dengan yang terjadi di sekolah ibu. Intinya, jadi GP bukan berarti harus berubah karakter dan seolah lebih ekslusif. Bukankah semua guru yang memenuhi syarat diberikan kesempatan untuk jadi guru penggerak? Ayo guru-guru yang lainnya di sekolah ibu daftarkan jadi guru penggerak agar mutu sekolah ibu ikut meningkat."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun