Pasal 6 Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017 mengamanatkan bahwa teknis pelaksanaan perlindungan pendidik dan tenaga kependidikan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal terkait.
Pertanyaannya adalah siapa saja yang dimaksud Direktur Jenderal terkait? Pada permendikbud tersebut tidak ada penjelasan lebih lanjut. Mungkin maksudnya agar lebih fleksibel, disesuaikan dengan SOTK Kemendikbud.
Kalau ada regulasi atau kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan mutu atau pengembangan profesi pendidik dan tenaga kependidikan, khususnya guru, sebaiknya dikaitkan dengan Permendikbud perlindungan pendidik dan tenaga kependidikan. Pengembangan profesi sejatinya adalah hak sekaligus kewajiban guru.
Selain itu juga merupakan upaya untuk melindungi guru dari kekurangkompetenan dalam melaksankan tugas dan tanggung jawabnya.
Jika ada pendidik atau tenaga kependidikan yang mengalami kesewenang-wenangan dari pihak tertentu, apakah mendapatkan perlindungan sesuai dengan ketentuan yang berlaku? Inilah hal yang dicermati oleh semua pihak terkait agar muruah profesi guru tetap terjaga.
Hal ini sesuai dengan amanat pasal 4 Permendikbud Nomor 10 tahun 2017 bahwa perlindungan yang diberikan kepada pendidik dan tenaga kependidikan adalah bentuk advokasi nonlitigasi. Maksudnya adalah fasilitasi penyelesaian perkara di luar pengadilan dalam bentuk; (1) konsultasi hukum, (2) mediasi, dan/ atau (3) pemenuhan dan/atau hak pendidik dan tenaga kependidikan.
Konsultasi hukum berupa saran atau pendapat untuk penyelesaian sengketa atau perselisihan. Mediasi merupakan penyelesaian sengketa melalui perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak. Pemenuhan dan/atau pemulihan hak pendidik tenaga kependidikan berupa bantuan mendapatkan penasihat hukum dalam penyelesaian perkara melalui proses pidana, perdata, atau tata usaha negara, atau pemenuhan ganti rugi bagi pendidik dan tenaga kependidikan.
Perlindungan terhadap pendidik dan tenaga kependidikan, khususnya guru perlu tetap diberikan walaupun disaat yang bersangkutan terkena dugaan pelanggaran etika, pelanggaran disiplin, atau bahkan pelanggaran hukum. Mengapa demikian?
Supaya guru tidak terpuruk secara mental dan mencegah mengalami tindakan yang sewenang-wenang dari pihak yang merasa lebih superior.
Jika ada guru yang melanggar tata tertib, etika, atau POS (Prosedur Operasional Standar), maka pemimpinnya bertugas untuk mengingatkan dan membina agar tidak mengulangi kesalahan serupa.
Jika misalnya terbukti yang bersangkutan melanggar peraturan, maka hal yang perlu lebih dikedepankan adalah pembinaan, bukan pembinasaan.