“KESELEO LIDAH” DAN “KESELEO JARI TANGAN”
Setiap orang, dengan tidak melihat latar belakang dan statusnya sama-sama berpotensi “keseleo lidah”. Bahkan sudah banyak yang mengalaminya. Akibat “keseleo lidah” ada yang berakhir dengan surat permohonan maaf di atas materai dan ada pula yang harus menjalani proses hukum.
Dari sisi bobot dampak yang ditimbulkan, “keseleo lidah” orang biasa tentu akan berbeda dengan “keseleo lidah” pejabat publik atau figur publik. Orang biasa kalau “keseleo lidah” tidak akan viral dan banyak mendapatkan sorotan media atau publik, kecuali kalau hal yang diucapkannya tersebut biasanya menyangkut SARA dan hal lain yang sensitif. Tetapi kalau pejabat atau figur publik yang “keseleo lidah”, maka akan cepat viral, disorot media berhari-hari, bahkan bisa dimanfaatkan oleh lawan politik atau kelompok yang berseberangan dengannya.
Sebuah kalimat bijak mengatakan bahwa “mulutmu harimaumu”. Kalimat ini memberikan pesan kepada kita semua tentang pentingnya menjaga mulut (lisan) kita. Mulut kita bisa menjadi jalan kebaikan atau jalan keburukan. Mulut kita bisa melahirkan keselamatan atau kecelakaan. Tergantung bagaimana mulut digunakan. Konflik, pertengkaran, putusnya tali silaturahmi keluarga, putusnya hubungan pertemanan, tindakan kekerasan, hingga hilangnya nyawa bisa terjadi gara-gara urusan mulut.
Ajaran Islam dengan jelas dan tegas memerintahkan setiap muslim/muslimah untuk menjaga lisannya. Seorang muslim yang baik adalah muslim yang bisa menyelamatkan muslim yang lain dari lisan dan tangannya. Umat Islam pun dilarang ghibah, menyebar fitnah, dan namimah (mengadu domba) antarsesama manusia yang sangat potensial dilakukan melalui mulut. Ucapkan hal yang baik atau diam. Hal itu pun menjadi pesan bagi umat Islam agar menjaga tutur kata.
Walau demikian, pada pada zaman digital saat ini, selain mulut, yang sama bahayanya juga adalah jari-jari tangan kita, karena kita menulis postingan atau komentar di media sosial (medsos) yang berdampak negatif, baik untuk diri kita sendiri maupun untuk orang lain. Oleh karena itu, jangan jari-jari tangan kita pun perlu dijaga jangan sampai “keseleo”.
Munculnya kasus “keseleo lidah” dan “keseleo jari tangan” biasanya akibat tidak bisa mengendalikan diri, iseng, atau sedang emosi. Ucapan yang telah meluncur dari mulut sulit ditarik kembali, tulisan yang sudah menyebar di medsos sulit untuk dihapus kembali. Penyesalan biasanya muncul setelah hal terjadi apalagi kalau sudah viral dan dan berdampak hukum.
Para pemimpin, pejabat publik, tokoh publik, atau figur publik harus bisa memberikan contoh untuk menjaga mulut dan jari-jari tangannya. Saat berbicara atau menulis apapun di media, pilihlah kata atau kalimat yang pantas, sesuai dengan kapasitasnya agar wibawa dan nama baiknya tetap terjaga. Runtuhnya wibawa dan harga diri seseorang kadang disebabkan oleh perkataan, sikap, dan perilaku dirinya sendiri.
Pengetahuan yang luas terkait bidang yang digarapnya, kemampuan public speaking, kemampuan memilih diksi, kemampuan mengatur intonasi suara, dan kematangan emosi mutlak perlu dimiliki oleh seorang pejabat publik agar tidak “keseleo lidah”. Dengan kata lain, seorang pejabat publik harus memberikan teladan kepada publik saat presentasi, diskusi, berkomunikasi, atau berkorespondensi. Saat seorang pejabat publik “keseleo lidah” atau “keseleo jari tangan”, maka siap-siap menjadi bahan bully-an netizen yang terkenal sangar-sangar dan menyebabkan kegaduhan di ruang publik.
Walau idealnya seorang pejabat publik harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik, tetapi pada kenyataannya tidak demikian. Oleh karena itu, perlu ada juru bicara atau humas yang menjadi perantara untuk berkomunikasi atau menyampaikan. Memilih juru bicara pun harus hati-hati. Pilihlah sosok yang tenang, kalem, dan mampu berbicara secara jelas, efektif, dan efisien untuk menghindari blunder saat memberikan keterangan kepada media.