Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 persen yang dilaksanakan pada Januari 2022 dibayangi oleh meningkatnya kasus Covid-19 varian Omicron di berbagai daerah. Hal ini tentunya menjadi “lampu kuning” bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mengantisipasi agar kasus Omicron tidak “meledak” seperti halnya kasus Covid-19 varian Delta tahun 2021.
Di DKI Jakarta tercatat sebanyak 90 sekolah ditutup karena ada guru dan siswa yang terkena virus Covid-19 varian Omicron (Kompas, 28/01/2022). Di Bandung ada 1 sekolah yang ditutup selama 15 hari karena lebih dari 6 persen siswanya terkena Covid-19 varian Omicron (Detik, 27/01/2022). Di daerah lain pun, Omicron membayangi pelaksanaan PTM 100 persen. Walau demikian, pemerintah mengimbau masyarakat khususnya para pelaku pendidikan untuk tidak panik berlebihan karena persentase sekolah yang ditutup sebagai dampak Omicron masih sedikit dibandingkan dengan jumlah sekolah yang masih melaksanakan pembelajaran. Misalnya di DKI Jakarta ada 90 sekolah yang ditutup sedangkan jumlah sekolah yang melaksanakan PTM 100 persen sebanyak 6.421 sekolah.
Kemdikbudristek juga belum memutuskan akan menghentikan secara total PTM 100 persen. Keputusan terkait dilanjutkan atau dihentikannya PTM 100 persen melibatkan 4 kementerian yang terlibat dalam SKB 4 Menteri yaitu Kemdikbudristek, Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Dalam Negeri. Keputusan pemberhentian PTM 100 persen tentunya harus dilakukan secara proporsional dan terukur mengingat kondisi daerah atau sekolah yang beragam. Sekolah yang ditutup PTM 100 persen hanya yang memang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh pihak yang berwenang.
Menyikapi meningkatnya kasus Covid-19, khususnya di Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten, Presiden Joko Widodo mengingatkan agar pembelajaran PTM 100 persen di tiga daerah tersebut dievaluasi. Walau demikian, pemerintah daerah pun diberikan kewenangan untuk menentukan keberlanjutan pembelajaran tatap muka disesuaikan dengan level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mengingat level PPKM setiap daerah pun berbeda.
Sekolah yang saat ini ditutup tentunya perlu melakukan evaluasi terkait dengan protokol kesehatan. Jika ada yang masih ada protokol kesehatan yang kurang dilaksanakan dengan baik, maka harus segera diperbaiki. Selain itu, juga sekolah perlu meningkatkan komunikasi dengan Satgas Covid-19 dan orang tua siswa agar ikut membantu peningkatan atau pengetatan protokol kesehatan, karena kasus Covid-19 varian Omicron berpotensi muncul bukan hanya di sekolah, tapi saat perjalanan siswa pergi dan pulang ke sekolah.
Pada masa PTM Terbatas dan PTM 100 persen, saya melihat cukup banyak anak sekolah yang saat pergi ke sekolah atau pulang dari sekolah tidak menggunakan masker. Seolah kondisi sudah normal. Mungkin orang tuanya memberikan masker dari rumah tapi anaknya membukanya di jalan. Tapi bisa juga orang tuanya abai memberikan masker kepada anaknya. Oleh karena itu, sekolah perlu mengingatkan dan menyediakan masker untuk mengantisipasi ada siswa yang tidak menggunakan masker atau tidak membawa masker dari rumah. Selain itu, sekolah pun perlu terus mengingatkan kepada para siswanya untuk mematuhi protokol kesehatan selama pembelajaran di sekolah. Pada saat jam pelajaran selesai di sekolah, mereka ditekankan untuk segera pulang dan menaati protokol kesehatan.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah mengeluarkan 13 rekomendasi terkait PTM 100 persen. Intinya, supaya sekolah membuka alternatif pembelajaran campuran daring-luring (hybrid learning) bagi sekolah yang tidak memungkinkan pembelajaran tatap muka 100 persen, meningkatkan vaksinasi bagi guru, tenaga kependidikan, dan siswa sebagai syarat PTM, pengetatan protokol kesehatan di sekolah, dan optimalisasi pelibatan orang tua dalam protokol kesehatan anaknya.
Tempat wisata, mall, dan pusat keramaian sudah dipenuhi masyarakat. Serasa pandemi sudah berlalu, padahal di sisi lain, angka kasus Covid-19 varian Omicron terus meningkat. Ada ahli yang memprediksikan bahwa Covid-19 varian Omicron akan mencapai puncaknya pada Februari 2022. Walau dampak varian Omicron dinilai tidak semengerikan varian Delta, tetapi varian Omicron jangan dianggap enteng. Jangan sampai kita kecolongan.
Pemerintah saat ini tengah melakukan vaksinasi ketiga (booster) dengan prioritas kepada pihak-pihak yang dinilai rentan seperti tenaga kesehatan dan manula karena orang yang telah divaksin sebanyak dua kali pun terkena Covid-19 varian Omicron. Dalam konteks pendidikan, guru, tenaga kependidikan, dan siswa perlu juga diprioritaskan mendapatkan virus ketiga sebagai salah satu pertimbangan agar PTM 100 persen dapat dilanjutkan. Walau demikian, sesuai dengan instruksi presiden Joko Widowo, khusus untuk vaksinasi anak usia 6-11 tahun, jangan sampai ada pemaksaan vaksinasi. Sekolah tetap memberikan alternatif belajar dari rumah bagi orang tua yang menolak anaknya divaksin.
Selain penutupan sementara sekolah yang warga sekolahnya terkena Covid-19 varian Omicron, pemberlakuan kembali Pembelajaran Tatap Muka Sementara (PTMT), pengurangan jumlah siswa yang belajar tatap muka dari 100% menjadi 50% atau 25%, atau pemberlakuan pembelajaran daring penuh bisa menjadi pilihan yang bisa diambil oleh pemerintah daerah atau sekolah sesuai dengan situasi dan kondisi demi menjaga keselamatan guru, tenaga kependidikan, dan peserta didik.