CORONA, KETAHANAN PANGAN, DAN SOLIDARITAS SOSIAL
Oleh: IDRIS APANDI
 Wabah corona (Covid-19) yang menyerang berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia berdampak luar biasa pada berbagai bidang, termasuk bidang ekonomi. Banyak orang yang kehilangan pekerjaan karena tempat usahanya ditutup.Â
Ada karyawan yang dirumahkan. Ada pengemudi ojek online yang suka mangkal di tempat umum tidak bisa mencari rezeki karena dikejar-kejar aparat atas nama penertiban kerumunan massa. Ada pedagang di kantin sekolah yang tidak lagi mendapatkan penghasilan karena sekolahnya pun diliburkan, dan pekerja-pekerja harian yang diberhentikan oleh majikannya karena pembatasan sosial (social distancing).
Bagi orang yang masih memiliki bekal atau tabungan, walau pun ada dampaknya, tapi tidak akan begitu terasa berat, tetapi bagi mereka yang hidupnya koreh-koreh cok (peribahasa Sunda yang artinya kurang lebih mengandalkan penghasilan sehari-hari yang tidak pasti untuk kebutuhan keluarga), batin mereka akan gundah, menjerit, karena anak istri mereka harus tetap diberi makan.
Saat anaknya, apalagi yang masih kecil merengek minta jajan, tidak mau tahu apakah orang tuanya punya uang atau tidak, yang penting dia bisa jajan. Saat orang tuanya tidak punya uang, batinnya menangis, sedih, karena tidak bisa memberikan uang jajan kepada anaknya.Â
Kalau kondisi batin lagi sadar, dia banyak beristighar dan memohon kesabaran, serta kekuatan kepada Allah SWT, tapi dalam kondisi yang labil, galau, kecewa, jadi naik ke kepala, emosi, suami-istri bertengkar, kadang anak menjadi pelampiasan, dan tidak tertutup kemungkinan menyebabkan terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), bahkan yang menyedihkan sekaligus memprihatinkan adalah satu keluarga bunuh diri karena kesulitan ekonomi, nauzubillaah.
Saat kondisi serba prihatin seperti ini, disamping diperlukan ketahanan iman kesabaran dan tawakal kepada Allah SWT, juga diperlukan ketahanan pangan melalui ketahanan sosial.Â
Maksudnya adalah, disamping pemerintah mempersiapkan berbagai program atau upaya untuk mengatasi dampak ekonomi dari wabah Covid-19, perlu juga dibangun kesetiakawanan sosial, minimal dimulai dari lingkungan yang terdekat, seperti tetangga, keluarga, kerabat, RT, RW, atau desa.
Dulu, orang tua kita, terutama di desa-desa membudayakan gotong royong, mengumpulkan bas prlk (tradisi di Jawa Barat, yaitu mengambil beras kurang lebih segenggam dari beras yang akan dimasak jadi nasi dan disimpan pada tempat khusus yang nanti diambil oleh petugas pada waktu tertentu, biasanya seminggu sekali). Tujuannya yaitu untuk membantu warga yang kurang mampu, jangan sampai mereka tidak makan.
Dulu, sepengetahuan saya, di masjid-masjid ada baitul maal, yang tujuannya untuk mengumpulkan zakat, infaq, sedekah, atau bahkan simpan-pinjam bagi jemaahnya, sekarang apakah apakah lembaga itu masih ada atau tidak?Â