Dana desa jangan hanya digunakan untuk membangun fasilitas fisik saja seperti membangun gang-gang, membangun posyandu, memperbaiki selokan dan gorong-gorong, tapi juga untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat desa, agar masyarakat desa bisa sejahtera.
Dana desa pun perlu digunakan untuk pelatihan kewirausahaan bagi masyarakat agar mereka bisa mandiri dan membuka usaha sendiri. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) atau koperasi bisa menjadi alternatif untuk membangun kemandirian ekonomi masyarakat.
Selain diantisipasi melalui berbagai program pemberdayaan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah, gurita "bank emok" juga perlu dibendung dengan membangun mentalitas masyarakat. Gaya hidup konsumtif masyarakat perlu direm. Hidup tidak perlu banyak gaya kalau banyak beban, karena akan menyulitkan diri sendiri.
Tidak dapat dipungkiri, disaat beban ekonomi yang semakin berat, kebutuhan semakin banyak, dan lapangan kerja yang semakin sulit, orang semakin berpikir sempit. Bagaimana caranya mendapatkan dana secara cepat. Dan solusinya yaitu "bank emok". Untuk jangka pendek, beban itu terasa ringan dan kebutuhan tercukupi, tapi setelah itu, "hantu cicilan" terus mengejar sehingga hidup tidak tenang.
Kalau pun pada akhirnya harus meminjam, harus benar-benar diperhitungkan peruntukannya, upayakan untuk hal yang produktif, dan berpikir bagaimana cara menyicilnya. Kadang hidup manusia memang tidak lepas dari spekulasi, manajemen "susuganan" (siapa tahu berhasil). Ada yang berhasil, tapi banyak gagalnya.
Dari perspektif agama, doa, ikhtiar, sabar, dan syukur menjadi obat penenang jiwa dari berbagai beban hidup. Hidup sederhana, bersahaja, tidak panasan dengan harta atau rezeki orang bisa mengerem nafsu untuk meminjam untuk kepentingan konsumtif. Mari lawan "bank emok" agar tidak semakin menjadi momok yang semakin menohok. ***#IA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H