Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengevaluasi Kegiatan Belajar dari Rumah

22 Maret 2020   20:55 Diperbarui: 22 Maret 2020   21:06 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

MENGEVALUASI KEGIATAN BELAJAR DARI RUMAH

Oleh:

IDRIS APANDI

(Praktisi dan Pemerhati Pendidikan)

untuk seminggu ke depan, sebaiknya pemerintah / Dinas Pendidikan/ Satuan Pendidikan/ guru mengkaji ulang pemberian banyak tugas kepada siswa. Mari munculkan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna bagi siswa selama mereka belajar di rumah. Dibalik kekhawatiran terhadap penyebaran COVID-19, mari bangun juga kemampuan berpikir kritis mereka dengan meminta mereka banyak mempelajari hal tersebut.

Seminggu sudah para siswa belajar di rumah karena kegiatan belajar di sekolah diliburkan. Sebagaimana diketahui, keputusan meliburkan sekolah dilakukan oleh pemerintah untuk mengantisipasi peredaran virus Corona (COVID-19) agar tidak semakin mewabah. Pembelajaran jarak jauh atau pembelajaran dalam jaringan (daring/online) dijadikan sebagai alternatif agar kegiatan pembelajaran dapat tetap berjalan saat siswa belajar di rumah.

Teorinya, guru menjelaskan materi, lalu memberikan tugas yang harus dikerjakan oleh siswa, kemudian siswa mengerjakannya dengan didampingi oleh orang tuanya masing-masing. Namun, pada pelaksanannya, baru beberapa hari saja hal ini diberlakukan, cukup banyak siswa dan orang tua yang mengeluh, karena begitu banyaknya tugas yang harus dikerjakan oleh anak-anak mereka.

Para orang tua walaupun mendampingi anaknya belajar di rumah, belum tentu bisa membantu anaknya menjawab soal-soal atau mengerjakan tugas-tugas itu, karena mereka punya keterbatasan kemampuan. Adalah benar, orang tua adalah pendidikan pertama dan utama bagi anak, tetapi kalau sudah membantu mengisi tugas-tugas mata pelajaran, mereka belum tentu mampu. Akibatnya, yang terjadi di dalam rumah bukan suasana yang adem, tetapi adu mulut antara anak dan orang tuanya. Dan dalam satu rumah, anak yang belajar dari rumah bukan hanya satu orang, tetapi beberapa orang. Ujung-ujungnya paling menyuruh anaknya mencari jawabannya di mbah google.

Di media sosial beredar meme atau sindiran (satire) yang intinya anak dan orang tua merasa kewalahan dengan tugas-tugas yang diberikan oleh guru, karena saking banyaknya yang harus dikerjakan. Ada yang juga yang mengatakan bahwa kegiatan siswa belajar dari rumah adalah momentum bagi orang tua untuk semakin membangun komunikasi dengan anak karena biasanya jarang bertemu antara satu dengan yang lain dengan alasan kesibukan masing-masing, dan momentum untuk menghormati guru, karena mendampingi satu orang anak belajar saja sudah stres, apalagi guru yang harus mendidik puluhan siswa dalam satu kelas.

Menurut saya, walau antara orang tua dan guru adalah sama-sama sebagai pendidik, tetapi fokusnya berbeda. Orang tua mendidik anaknya lebih fokus kepada sikap, tata krama, akhlak, atau budi pekerti. Walau ada aspek pengetahuan dan keterampilan, hanya yang berkaitan dengan aktivitas atau pekerjaan sehari-hari saja, tidak masuk ke ranah ilmu pengetahuan secara spesifik. Orang tua (itu pun yang mampu) lebih banyak hanya bisa mendukung menyediakan kebutuhan anaknya selama belajar di rumah, seperti HP/Laptop, kuota internet, makanan, minuman, atau cemilan, sedangkan guru memang secara profesional disiapkan untuk menjadi pengajar dan pendidik di sekolah. Guru harus memiliki empat jenis kompetensi, yaitu (1) kompetensi pedagogik, (2) kompetensi profesional, (3) kompetensi kepribadian, dan (4) kompetensi sosial.

Menurut saya, ada dua kompetensi yang kurang dimiliki oleh orang tua dibandingkan dengan guru, yaitu kompetensi pedagogik (didaktik-metodik mengajar) dan kompetensi profesional, kecuali orang tua yang juga berprofesi sebagai guru, walau kadang juga mereka pun merasa ketereran karena belum tentu mengetahui segala jenis ilmu untuk membantu anaknya mengisi soal-soal latihan. Bahkan, kebijakan guru harus tetap masuk sekolah disaat para siswa libur menjadi dilema tersendiri bagi mereka, karena di satu sisi mereka harus membimbing siswa-siswanya belajar secara daring, sedangkan di sisi lain, mereka juga harus mendampingi anaknya belajar di rumah.

Pemerintah memang berharap bahwa kegiatan belajar dari rumah tidak mengurangi kualitas belajar seperti halnya belajar di sekolah. Oleh karena itu, disodorkanlah berbagai aplikasi daring yang bisa digunakan untuk belajar, tapi pada pelaksanaannya, hal ini ditafsirkan beragam oleh guru, termasuk dengan memberikan banyak tugas kepada siswa yang kadang tanpa disertai petunjuk yang jelas dan kurang jelas indikator keberhasilannya, sehingga banyak siswa yang bingung, kewalahan, dan pusing mengerjakannya. Selain itu, diakui atau tidak, banyak orang tua yang kurang siap menjadi "guru dadakan" selama 14 hari, sehingga muncul meme "guru di rumah (baca = orang tua) ternyata lebih galak dibandingkan guru di sekolah", akibat sering terjadinya adu mulut antara anak dan orang tua saat mengerjakan tugas.

Para guru pun merasa terbebani dengan adanya kewajiban melaporkan berbagai administrasi yang berkaitan dengan kegiatan membimbing siswa belajar di rumah secara online, mulai dari harus melampirkan RPP, format pendampingan KBM daring, penilaian, hingga produk/tugas yang dikerjakan oleh siswa.

Menurut saya, sebenarnya pada dasarnya wajar saja pemerintah ingin memastikan bahwa kegiatan belajar tidak terkendala oleh wabah COVID-19, tapi sebaiknya mengurangi hal-hal yang bersifat administratif, karena ujung-ujungnya guru, orang tua, dan siswa yang terbebani, tetapi sebaiknya lebih mengedepankan kepada hal yang bersifat substantif-kontekstual.

Saya setuju dengan gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pada sebuah wawancara dengan sebuah stasiun TV yang mengatakan bahwa guru sebaiknya tidak banyak memberikan banyak tugas kepada siswa, tetapi cukup tugas yang berkaitan dengan COVID-19. Tujuannya disamping untuk menambah pengetahuan, juga untuk menambah kewaspadaan warga masyarakat agar tidak terkena COVID-19. Nanti pada saat siswa masuk ke sekolah kembali, tugas yang berkaitan dengan COVID-19 tersebut dikumpulkan dan dibahas. Para siswa diminta untuk menceritakan pengalamannya selama belajar di rumah. Jadi, di sini ada sisi edukasi sekaligus literasi kesehatan terhadap masyarakat (siswa dan orang tua).

Dalam konteks sikap, para siswa dibangun kepeduliannya untuk membantu orang tua menjaga kesehatan dan kebersihan selama berada di rumah, belajar saling menghargai, menghormati, dan saling menyayangi sesama anggota keluarga, beribadah atau berdoa bersama, dan sebagainya. Dalam konteks keterampilan, para siswa belajar  belajar untuk praktik membersihkan rumah, merapikan kamar tidur, menjaga kebersihan diri, membuang sampah pada tempatnya, dan sebagainya. Dengan demikian, substansi pendidikan tetap ada selama belajar dari rumah tersebut. Oleh karena itu, substansi pendidikan yang meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan tetap terjadi, tetapi konteksnya dalam konteks pencegahan penularan COVID-19.

Menurut saya, para siswa pun cukup diberi tugas membaca atau mencari informasi berkaitan dengan COVID-19, bacaan yang berkaitan dengan penguatan pendidikan karakter, atau peningkatan budaya literasi, dan dikumpulkannya tidak perlu setiap hari, tetapi dikumpulkannya pada saat masuk kembali ke sekolah. Tidak bisa dipungkiri juga bahwa kondisi setiap orang tua berbeda-beda, ada yang mampu menyediakan fasilitas belajar yang representatif seperti HP android atau laptop dan ada yang tidak mampu. Hal ini pun perlu diperhatikan oleh pemerintah.

Berdasarkan kepada hal tersebut, untuk seminggu ke depan, sebaiknya pemerintah / Dinas Pendidikan/ Satuan Pendidikan/ guru mengkaji ulang pemberian banyak tugas kepada siswa. Mari munculkan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna bagi siswa selama mereka belajar di rumah. Dibalik kekhawatiran terhadap penyebaran COVID-19, mari bangun juga kemampuan berpikir kritis mereka dengan meminta mereka banyak mempelajari hal tersebut. Wallaahu a'lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun