REFLEKSI DARI ARTIKEL KE-800
Oleh:
IDRIS APANDI
(Penulis Lepas)
Sabtu 8 Februari 2020 saya menulis artikel saya yang ke-800. Judulnya MENJADI WIDYAISWARA YANG PIAWAI BICARA DAN LINCAH MENULIS. Mengapa saya menulis artikel tersebut? Karena suasana kebatinan saya terpengaruhi oleh buku yang sedang saya tulis yang berjudul EKSIS MELALUI MENULIS. Naskah buku tersebut sudah memasuki tahap finalisasi dan dalam waktu yang tidak lama lagi akan dikirim ke sebuah penerbit untuk diterbitkan. Dan sehari-hari memang saya berprofesi sebagai Widyaiswara di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Barat.
Sebenarnya artikel yang saya tulis sudah dari 800 judul, tetapi yang tercatat oleh saya 800 judul. Hal ini terjadi akibat keteledoran saya tidak mencatat dan tidak mendokumentasikan tulisan-tulisan saya sejak awal saya mulai belajar menulis tahun 2004.
Saya mulai belajar menulis di komputer milik kantor, lalu komputer tersebut rusak. File-file yang ada di hard disk tidak terselamatkan. Dan saya pun tidak memiliki hard copy-nya. Maka, hilanglah beberapa tulisan saya tersebut. Sekumpulan ide yang pernah saya tulis ibaratnya terbang ke langit ke tujuh dan tidak kembali lagi.
Sedih sekaligus kecewa, karena bagi saya ide, gagasan, tulisan, adalah barang yang sangat berharga, bahkan tidak tergantikan oleh materi. Ini jadi pelajaran berharga bagi saya. Jangan menganggap enteng sebuah ide, dan jangan meremehkan urusan administrasi, khususnya catat mencatat dan mendokumentasikan sebuah tulisan.
Setelah saya memiliki laptop sendiri tahun sekitar tahun 2008, mulailah saya mencatat dan mendokumentasikan tulisan-tulisan saya. Dan mulai tahun 2010, saya bergabung dan sekaligus mendokumentasikan tulisan-tulisan saya di blog Kompasiana. Sampai dengan tulisan ini dibuat, tulisan saya di Kompasiana sebanyak 787 buah.
Berarti ada sekitar 13 tulisan yang tidak terselamatkan. Tulisan-tulisan saya di Kompasiana telah dibaca sebanyak 1,953,490 kali. Bagi saya, itu adalah sebuah pencapaian yang luar biasa. Kalau saya searching di google, ternyata tulisan-tulisan saya pun banyak kutip atau menjadi referensi pada makalah, skripsi, atau jurnal yang ditulis oleh mahasiswa, guru, sampai ke dosen. Ya, alhamdulillah, berarti tulisan-tulisan saya tersebut bermanfaat bagi orang lain.
 Selama 14 tahun lebih, tepatnya sejak tahun 2006 s.d. 2020 saya menulis artikel hingga terkumpullah 800 artikel. Saya tidak menyangka bahwa saya bisa menulis tulisan sebanyak itu. Sungguh merupakan proses yang cukup panjang, melelahkan, dan sekaligus mengasyikkan, karena saya menemukan passion saya di menulis, yaitu menulis artikel. Dari 800 artikel tersebut, beberapa topik sudah saya bahas, mulai dari masalah pendidikan, sosial, politik, agama, budaya, dan hukum.
Maklum, saya seorang sarjana PPKn. Jadi tulisan-tulisan saya tersebut dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan saya. Â Walau demikian, hampir 80 persen tulisan-tulisan saya membahas masalah pendidikan, karena saya bekerja di lembaga pendidikan dan sering berinteraksi dengan para pelaku pendidikan dengan segala dinamika dan keluh-kesahnya.
"Kegundahan" dan "keresahan" saya saat melihat sebuah permasalahan menjadi pintu masuk saya saat hendak menulis. Kalau tidak segera dituliskan, rasanya saya punya hutang yang harus saya bayar. Oleh karena itu, saat inspirasi atau ide itu datang, maka saya upayakan eksekusi menjadi sebuah tulisan. Tapi kalau tidak sempat menulisnya secara utuh, maka saya menulis garis-garis besarnya pada gawai saya. Pisau analisis harus tajam saat menulis. Oleh karena itu, harus banyak diasah melalui praktik dan praktik.
Kalau tidak punya pisau analisis yang tajam, maka akan sulit mengembangkan ide. Aliran tulisan menjadi kurang lancar, tersendat, bahkan terhenti, karena kehabisan kata-kata. Bingung, apa yang hendak ditulis. Akibatnya, sebuah tulisan pun terhenti di tengah jalan dan kebanyakan gagal diselesaikan karena keburu malas atau terganggu oleh pekerjaan lain.
Perlu kemauan kuat untuk melanjutkan sebuah tulisan yang baru "setengah matang" atau terjeda oleh pekerjaan lain. Selain kemauan yang kuat, juga perlu menambah atau mencari bahan untuk "memanjangkan kata-kata" dalam sebuah tulisan. Antara lain dengan membaca dan jalan-jalan (observasi) ke mana saja (alangkah lebih baik jika tempat tersebut yang ada kaitannya dengan tulisan yang sedang ditulis).
Menulis bagi saya adalah sebuah rekreasi akademik dan pengembaraan ide yang mugkin tidak akan pernah selesai, kecuali nyawa telah terpisah dari raga. Sepanjang otak masih bisa digunakan untuk berpikir, maka kegiatan menulis akan terus saya lakukan. Untuk siapa saya menulis? Tentunya pertama untuk diri saya sendiri, dan berikutnya ilmu pengetahuan, dan untuk masyarakat. Saya termasuk yang yakin bahwa tulisan yang positif akan berkontribusi membangun peradaban dan membentuk manusia beradab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H