Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) hampir selalu diwarnai oleh berbagai masalah, seperti kebingungan atau kesulitan orang tua yang akan mendaftarkan anaknya ke sekolah negeri apalagi saat ini diberlakukan sistem zonasi.
Banyak masalah yang terjadi menyikapi sistem ini. Seperti, terpusatnya pendaftaran calon peserta didik baru ke sekolah yang berlabel favorit, terbatasnya daya tampung sekolah, masih adanya titipan-titipan calon peserta didik dari oknum tertentu, pemalsuan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM), sampai kepada adanya kasus "jual beli" bangku sekolah.
Untuk mengantisipasi terjadi masalah saat PPDB, pemerintah, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, hingga pemerintah kabupaten/kota membuat Procedure Operational Standar (POS) PPDB yang dijadikan pedoman bagi berbagai pihak terkait seperti sekolah dan orang tua siswa dalam melaksanakan PPDB.
Saat ini pemerintah memberlakukan PPDB dengan sistem zonasi dengan tujuan untuk memeratakan mutu pendidikan, mempermudah akses-akses masyarakat untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah negeri yang terdekat, dan menghilangkan stigma sekolah favorit dan nonfavorit.Â
Selain diatur persentase untuk pendaftar melaui jalur zonasi, diatur pola persentase untuk jalur bina lingkungan (afirmasi), jalur prestasi baik prestasi akademik maupun nonakademik, dan jalur perpindahan orang tua calon peserta didik.
Nilai Ujian Nasional (UN) yang sebelum sistem zonasi ini diberlakukan dianggap sangat sakral, sekarang tidak lagi, karena yang menjadi prioritas penerimaan calon peserta didik yang baru bukanlah nilai UN, tetapi jarak dari rumah (tempat) sekolah yang dituju.Â
Oleh karena itu, dampak dari adanya PPDB berbasis zonasi, ditemukan kasus adanya penduduk-penduduk dadakan atau musiman, yaitu mendadak berpindah alamat, memiliki Kartu Keluarga (KK) yang baru, bahkan sudah mempersiapkan diri enam bulan sebelum PPDB dibuka.Â
Tujuannya agar anaknya bisa diterima di sekolah, utamanya sekolah favorit yang dituju. Hal ini tentunya menyebabkan penduduk yang telah lama tinggal di wilayah tersebut berpotensi tidak mendapatkan kuota, kalah oleh penduduk baru.Â
Walau PPDB dilakukan secara online, tapi juga ada yang secara offline. Antrean orang tua terjadi mulai subuh karena khawatir tidak mendapatkan nomor antrean pendaftaran, karena prinsipnya siapa cepat, dia dapat.
Pada praktiknya, PPDB dengan sistem zonasi pada jenjang SD, SMP, dan SMA tidak semulus yang dibayangkan. Mengapa demikian?