Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tadarus Pancasila di Bulan Puasa

1 Juni 2019   14:38 Diperbarui: 1 Juni 2019   14:45 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh:

IDRIS APANDI

(Praktisi Pendidikan, Penulis Buku Kajian Pancasila Kontemporer)

 

Peringatan Hari Lahir Pancasila tanggal 1 Juni 2019 bertepatan dengan hari ke-27 puasa Ramadan 1440 hijriah. Oleh karena itu, momen tersebut, menurut saya sangat baik untuk melakukan "tadarus" Pancasila. Hal tersebut untuk mengingat kembali dan menggali makna dari Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pancasila merupakan kristalisasi dari nilai-nilai budaya bangsa yang digali oleh para pendiri bangsa (founding father) dan dijadikan sebagai ideologi, falsafah, dan dasar negara Indonesia. Lahirnya Pancasila tidak bisa lepas dari nama Ir. Soekarno. Bung Karno menyampaikan pidato pada saat rapat Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) tanggal 1 Juni 1945. Pada saat itu, Soekarno menyampaikan rumusan Pancasila yang meliputi; (1) Kebangsaan Indonesia; (2) Internasionalisme atau Perikemanusiaan; (3) Mufakat atau Demokrasi; (4) Kesejahteraan Sosial, dan (5) Ketuhanan yang berkebudayaan.

Dalam perkembangannya, panitia sembilan mengubah susunannya menjadi; ketuhanan, kemanusiaan, kebangsaan, demokrasi, dan keadilan sosial. Walau susunannya diubah, tetapi secara substansi nilai-nilainya tidak berubah, tetap mengambil pemikiran Bung Karno. Pancasila yang diajukan oleh Bung Karno menjadi salah satu isi Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945.

Pada alinea IV Piagam Jakarta tersebut, Panitia Sembilan yang terdiri dari Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Mr. A.A. Maramis, Abikoesno Tjokrosujoso, Abdulkahar Muzakir, Haji Agus Salim, Mr. Achmad Subardjo, KH. Wahid Hasyim, dan Mr. Muhammad Yamin dan diketuai oleh Ir. Soekarno dan wakil ketua Drs. Mohammad Hatta sempat menambahkan kata "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya", tetapi dalam prosesnya demi menjaga keutuhan bangsa dan negara yang beraneka ragam agama, maka tujuh kata yang merupakan usulan kelompok Islam (Haji Agus Salim, KH. Wahid Hasyim, Abikoesno Tjokrosujoso, Abdulkahar Muzakir) dalam panitia Sembilan tersebut akhirnya dihapuskan, dan susunan pancasila yang telah disepakati sebagaimana tercantum pada pembukaan UUD 1945 yang disahkan tanggal 18 Agustus 1945.

Pancasila merupakan sebuah ideologi tengah. Berada diantara ideologi kanan (liberal) dan ideologi kiri (komunis). Walau mayoritas bangsa Indonesia beragama Islam, tetapi sebagai negara yang juga terdiri dari beraneka ragam suku bangsa dan agama, maka Indonesia tidak menjadikan syariat Islam sebagai ideologi negara. Walau demikian, sebenarnya ajaran Islam secara substantif tercermin dalam Pancasila. Dengan kata lain, seorang muslim yang melaksanakan Pancasila dengan baik, maka dia juga dapat dikatakan telah melaksanakan ajaran Islam dengan baik pula.

 

  • Ketuhanan Yang Maha Esa

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dijadikan sebagai sila pertama menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara yang percaya terhadap adanya Tuhan (bertauhid). Pada alinea III pembukaan UUD 1945 terdapat kalimat "Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa". Hal ini menunjukkan bahwa kemerdekaan yang dicapai bukan hanya atas dasar kerja keras bangsa Indonesia, tetapi juga atas Rahmat Tuhan, bahkan kekuatan Tuhan menjadi kekuatan utama dalam perjuangan merebut kemerdekaan dari penjajah. Hal ini dipertegas pada pasal 29 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa "negara berdasar atas  Ketuhanan Yang Maha Esa." dan ayat (2) yang menyatakan bahwa "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun