KEPALA SEKOLAH INOVATIF DAN VISIONERÂ
DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0.
Oleh:
IDRIS APANDI
(Widyaiswara LPMP Jabar, Pengajar Diklat Penguatan Kepala Sekolah, Penulis Buku Sekolah Kaizen)
Kepala sekolah memiliki peranan strategis dalam peningkatan mutu satuan pendidikan. Berdasarkan Permendikbud Nomor 6 Tahun 2018 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah, saat ini jabatan kepala sekolah bukan lagi tugas tambahan, tetapi sebagai tugas pokok.
Pasal 1 ayat (1) Permendikbud Nomor 6 Tahun 2018 bahwa "Kepala Sekolah adalah guru yang diberi tugas untuk memimpin dan mengelola satuan pendidikan yang meliputi taman kanak-kanak (TK), taman kanak-kanak luar biasa (TKLB), sekolah dasar (SD), sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB), sekolah menengah atas (SMA), sekolah menengah kejuruan (SMK), sekolah menengah atas luar biasa (SMALB), atau Sekolah Indonesia di Luar Negeri."
Permendikbud Nomor 6 Tahun 2018 menjadikan kepala sekolah full sebagai pemimpin dan manajer sekolah, tidak lagi dibebani tugas mengajar. Hal ini bertujuan agar kepala sekolah dapat fokus melaksanakan tugasnya untuk meningkatkan mutu sekolah. Â Pasal 15 ayat (1) menyatakan bahwa "Beban kerja Kepala Sekolah sepenuhnya untuk melaksanakan tugas pokok manajerial, pengembangan kewirausahaan, dan supervisi kepada Guru dan tenaga kependidikan."Â Lalu pada ayat (2) dinyatakan bahwa "Beban kerja Kepala Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk mengembangkan sekolah dan meningkatkan mutu sekolah berdasarkan 8 (delapan) standar nasional pendidikan."
Sebagai seorang pemimpin, dia harus memimpin dan memberdayakan sejumlah pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah yang dipimpinnya untuk bersama-sama mencapai visi dan misi sekolah. Ada 5 (lima) kompetensi yang harus dimilikinya, antara lain; (1) kompetensi kepriadian, (2) kompetensi manajerial, (3) kompetensi kewirausahaan, (4) kompetensi supervisi, dan (5) kompetensi sosial.
Sebagai manajer sekolah, dia harus meningkatkan mutu sekolah dalam rangka mencapai 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan (SNP), yang meliputi (1) Standar Kelulusan, (2) Standar Isi, (3) Standar Proses, (4) Standar Penilaian, (5) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, (6) Standar Pengelolaan, (7) Standar Sarana dan Prasarana, (8) Standar Pembiayaan.
Ada beberapa hal yang dikelola oleh kepala sekolah sebagai seorang manajer, antara lain, (1) pengelolaan kurikulum, (2) pengelolaan pendidik dan tenaga kependidikan, (3) pengelolaan kesiswaan, (4) pengelolaan sarana dan prasarana, (5) pengelolaan keuangan, (6) penerimaan peserta didik baru, (7) pengelolaan lingkungan sekolah, dan sebagainya.
Merujuk kepada uraian tersebut di atas, maka tugas seorang kepala sekolah memang cukup berat. Walau demikian, seorang kepala yang memiliki visi yang jelas, tentunya akan berupaya sekuat tenaga untuk memimpin dan mengelola sekolah dengan sebaik-baiknya. Saat ini untuk menjadi kepala sekolah harus melalui berbagai tahapan seleksi, mulai seleksi administratif, seleksi akademik, hingga harus lulus diklat calon kepala sekolah.
Kepala sekolah disamping harus memimpin sekolah sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, juga harus mampu menyikapi dan beradaptasi terhadap berbagai dinamika yang berkembang dengan cepat, misalnya dalam implementasi kurikulum, aturan PPDB, peningkatan kompetensi guru, peningkatan kompetensi kepala sekolah, dan sebagainya.Â
elum lagi, di masa otonomi daerah saat ini, seorang kepala sekolah disamping harus mengamankan kebijakan pemerintah pusat, juga harus mengamankan kebijakan kepala daerah, bahkan secara politis, kadang pengaruh kebijakan kepala daerah lebih dominan daripada kebijakan pemeritah pusat, karena kepala sekolah diangkat dan ditempatkan oleh kepala daerah.
Saat ini dunia pendidikan dihadapkan pada sejumlah tantangan. Seorang kepala sekolah yang visioner tentunya memiliki kepekaan dan kecepatan dalam merespon atau menjawab tantangan tersebut. Di era revolusi industri 4.0 saat ini, masalah strategis yang banyak mendapatkan perhatian adalah, pentingnya meningkatkan mutu lulusan untuk bisa bersaing dengan dalam dunia kerja.Â
Walau sepintas hal tersebut identik dengan jenjang SMK, tetapi secara kebijakan, implementasi kurikulum 2013 yang menggantikan kurikulum 2006 bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan sekaligus daya saing lulusan pada setiap jenjang.
Era revolusi industri 4.0 adalah sebuah era dimana pekerjaan sudah banyak dilakukan secara digital. Hanya dengan menggunakan satu perangkat, bisa digunakan untuk mengatur beberapa pekerjaan (multi tasking). Istilahnya tinggal sentuh layar, maka pekerjaan pun dapat dilakukan atau kebutuhan pun dapat terpenuhi. Saat ini banyak pekerjaan atau dokumen yang sudah serba elektronik (e-), seperti e-KTP, e-passport, Â e-book, e-learning, e-ticket, e-banking, e-commerce, e-toll, dan sebagainya.
Revolusi industri 4.0 yang juga dikenal dengan era digitalisasi memberikan konsekuensi hilangnya sekian banyak pekerjaan karena selain tidak dapat bersaing, juga sebagian sudah diganti oleh mesin dan komputer. Walau demikian, era ini juga melahirkan pekerjaan-pekerjaan baru yang banyak bersentuhan dengan dunia digital. Perusahaan-perusahaan baru muncul dengan berbasis TIK.Â
Sarana transportasi, makanan, minuman, hotel, laundry, dan sebagainya saat ini bisa dipesan secara online. Pemesan tidak perlu capai pergi atau belanja sendiri. Cukup memesan menggunakan gawai, dan tinggal menunggu pesanan dikirim. Hal itu menjadikan waktu dan tenaga lebih efektif dan lebih efisien. Pemesan tinggal menunggu datangnya pesanan.Â
Pembayarannya ada yang secara online via transfer, tapi ada juga yang bayar di tempat. Oleh karena itu, penguasaan terhadap Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) mutlak diperlukan, karena hal tersebut menjadi alat yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Penguasaan TIK pun penting dikuasai oleh guru, karena TIK selain digunakan sebagai sarana belajar, juga menjadi salah satu sumber belajar, bahkan banyak sekali digunakan seiring dengan semakin meningkatkan kebutuhan terhadap penggunaan perangkat TIK. Guru jangan sampai gaptek alias gagap teknologi, karena tidak tertutup kemungkinan justru siswanya yag lebih piawai menggunakan perangka TIK dibandingkan dengan gurunya.
Mengingat pentingnya penguasaan TIK dalam kegiatan pembelajaran, maka kepala sekolah perlu melakukan beberapa langkah. Pertama, peningkatan kompetensi guru dalam pemanfaatan TIK dalam pembelajaran. Kedua, pengadaan sarana dan prasana penunjang seperti laboratorium komputer, jaringan internet, sumber belajar, alat-alat peraga, dan media pembelajaran berbasis TIK. Ketiga, membuka kerjasama dengan perusahaan provider, atau operator TIK baik dalam bentuk kerjasama pelatihan atau penyediaan perangkat TIK.
Pentingnya peningkatan kemampuan pemanfaatan TIK bukan hanya untuk guru saja, tetapi juga untuk tenaga kependidikan (staf) dan siswa. Staf yang melek TIK akan membantu sekolah dalam memberikan layanan operasional dan layanan Sistem Data dan Informasi (SIM). Pemanfaatan TIK dalam pembelajaran akan menciptakan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Para siswa akan antusias dalam mengikuti pembelajaran. Â
Para siswa zaman now atau yang suka disebut sebagai generasi Z atau generasi millennial sudah sangat familiar dengan TIK. Oleh karena itu, tugas kepala sekolah hanya memfasilitasi penyediaan sarana dan prasarana serta membuka ruang kreativitas pembelajaran berbasis TIK.
Di sekolah-sekolah tertentu ada yang menerapkan kebijakan pelarangan penggunaan HP di kalangan siswa dengan alasan rawan disalahgunakan. Menurut saya, upaya tersebut sebenarnya langkah preventif, tetapi seolah menjauhkan diri dari pemanfaatan TIK. Oleh karena itu, perlu ada kebijakan yang proporsional berkaitan dengan pemanfaatan TIK di kalangan siswa, misalnya siswa mengunakan HP hanya saat belajar yang memang membutuhkan untuk memanfaatkan HP, dan selain itu dilarang, karena HP dapat menjadi sarana sumber belajar.
Internet saat ini sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat, termasuk siswa. Bahkan 24 jam, mulai bangun tidur sampai tidur lagi seseorang tidak dapat lepas dari koneksi internet. Melalui berbagai aplikasi yang diunduh dari play store, anak-anak juga bisa belajar dan melatih kreativitas mereka. Walau demikian, penggunaan perlu didampingi oleh orang tua agar tidak salahgunakan.
Sekolah-sekolah yang mengotimalkan TIK dalam layanan pendidikan dan  pembelajaran akan menjadikan mereka sekolah unggul dan berkualitas. Para siswanya pun ada yang berhasil menjadi juara olimpiade atau membuat sebuah karya inovatif. Hal tersebut tentunya akan berdampak positif terhadap prestasi dan "nilai jual" sekolah di mata masyarakat, karena saat ini masyarakat juga semakin kritis terhadap mutu sekolah.
Kepala sekolah sebagai pemimpin dan manajer sekolah memiliki kewenangan dalam pengembangan TIK di sekolah. Walau demikian, terbatasnya "dana" biasanya menjadi kendala klasik dalam mewujudkan hal tersebut. Oleh karena itu, kepala sekolah dituntut untuk memiliki jiwa kewirausahaan, pandai membuka jaringan dan kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan (stakeholder) seperti komite sekolah, dunia usaha dan industri (DUDI), dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai bentuk sinergi dalam melaksanakan program tersebut. Wallaahu a'lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H