Apalagi saat ini para siswa yang disebut sebagai generas millennial atau generasi Z (Gen Z) bukan hanya perlu diberikan kemampuan abad 21 atau yang disebut HOTS, tetapi juga kemampuan untuk menghadapi revolusi industri 4.0.
Saat ini tengah ramai diperbincangkan masalah revolusi industri 4.0. yaitu era industri yang menggunakan teknologi yang serba digital. Tenaga manusia sudah diganti mesin atau robot cerdas.
Penerapan teknologi tinggi, berbasis online semakin memudahkan manusia dalam setiap urusannya. Cukup hanya dengan sentuhan jari pada gawai, maka manusia dapat mengakses, mengatur, dan memenuhi kebutuhannya. Dunia industri, perdagangan, dan pendidikan adalah tiga bidang yang termasuk mengalami dampak yang signifikan akibat dari revolusi industri 4.0.
Teknologi online lambat laun akan menlenyapkan cara-cara tradisional dan konvensional dalam sebuah proses kerja. Inovasi teknologi begitu cepat berubah, dan yang lambat berubah akan tertinggal dan tergerus oleh perkembangan zaman. Internet menjadi kebutuhan pokok manusia. Globalisasi telah membuat dunia telah menjadi seolah tanpa batas. Melalui dunia maya manusia menyebarkan informasi, berkomunikasi, dan berinteraksi.
Revolusi industri 4.0 berimplikasi terhadap pentingnya para peserta didik diberikan kemampuan untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan standar kebutuhan kompetensi yang semakin tinggi. Selain kemampuan untuk bersaing, mereka pun dituntut untuk bisa bekerjasama, kreatif, dan inovatif untuk mampu bertahan.
Penerapan penggunaan walau tidak bisa dikatakan sebagai satu-satunya jurus jitu untuk meningkatkan standar kelulusan peserta didik, setidaknya hal ini merupakan sebuah upaya untuk mewujudkan hal tersebut. Intinya, perkembagan zaman yang dinamis perlu diimbangi oleh inovasi-inovasi dalam pendidikan.
Dalam kurikulum 1984 kita mengenal Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), lalu pada kurikulum 1994 dan 2006, kita mengenal yang pendekatan kontekstual dalam pembelajaran (contextual teaching and learning/CTL), lalu pada kurikulum 2013 muncul pendekatan santifik, HOTS, 4C, dan integrasi literasi serta PPK dalam pembelajaran.
Guru sebagai ujung tombak pembelajaran yang tidak dipungkiri kadang suka merasakan dijadikan "kelinci percobaan" kebijakan pemerintah dan merasa bingung dengan "dinamika" yang terus berkembang, mau tidak mau memang harus bisa beradaptasi dan menyiasati dinamika tersebut dengan tetap mengedepankan niat baik dan optimism bahwa kebijakan yang dilakukan pemerintah adalah untuk meningkatan mutu pendidikan dan untuk meningkatkan daya saing bangsa di tengah kompetisi global yang semakin ketat dan kompetitif.
Berdasarkan kepada hal tersebut, tidak ada kata lain bagi guru untuk terus meningkatkan kompetensinya, termasuk dalam hal penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Guru adalah manajer pembelajaran. Dia sepenuhnya pengendali pembelajaran. Alur pembelajaran sangat tergantung dari "racikan" strategi pembelajaran yang dirancangnya.
Menyajikan pembelajaran yang menarik bukan hal yang mudah. Butuh kreativitas dan inovasi guru. Sebelum pembelajaran, guru disamping perlu menyiapkan "amunisi" yang akan digunakan dalam pembelajaran seperti sumber belajar, alat peraga/media pembelajaran, dan menguasai berbagai model dan metode pembelajaran.
Dan satu hal yang pasti adalah guru harus menguasai Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), jangan sampai menjadi guru "gaptek", karena pembelajaran saat ini memang harus dikemas secara menarik, dan TIK dapat membantu untuk mewujudkannya.