Selasa, 29 Mei 2018, pukul 15.00, langit cerah, sinar matahari masih terpancar, saya menapakkan kaki Pondok Pesantren Yaspida Cisaat Kabupaten Sukabumi. Tujuan utamanya adalah menjenguk anak pertama saya yang sekolah sekaligus mondok di pesantren tersebut. Ini adalah puasa pertamanya tidak bersama dengan keluarga.
Saat itu, para santri bersiap-siap untuk pergi ke masjid melaksanakan salat berjamaah asar dan mengaji kita kuning sampai pukul 17.00. Saya paling senang melihat ribuan santri yang berjalan bersama menuju masjid. Sangat terasa nuansa pesantrennya. Santri laki-laki memaki sarung, kopiah, sambil membawa kitab yang akan dipelajarinya. Begitu pun santri perempuan, mereka sudah lengkap memakai mukena dari pondokan masing-masing.
Mereka adalah para generasi muda yang diharapkan menjadi penerus pembangunan dilandasi keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt, cerdas, dan berbudi pekerti luhur. Pengajian setelah salat asar berjamaah merupakan pengajian rutin dilakukan setiap hari. Apalagi pada saat bulan Ramadan. Pengajian dilakukan dalam rangka ngabuburit, menunggu datangnya waktu buka puasa.
Di lapangan di depan salah satu pondokan, tampak berdiri stand-stand yang akan digunakan untuk berjualan. Pesantren Yaspida memang melaksanakan bazaar selama  bulan Ramadan. Dan itu telah menjadi agenda rutin tahunan. Stand-stand itu menjual aneka makanan dan minuman takjil berbuka puasa.
Saya pun berbincang-bincang dengan Pak Jabar, selaku koordinator kegiatan tersebut. Â Beliau mengatakan bahwa tujuannya diadakannnya bazaar Ramadan antara lain; pertama, untuk menyediakan takjil buka puasa bagi para santri. Tercatat ada sekitar 2500 santri yang mondok di pesantren Yaspida.
Kedua, untuk meningkatkan kesejahteraan guru, karena para guru diberi kesempatan untuk berdagang dan mencari penghasilan tambahan selama bulan Ramadan. Dan ketiga, melatih kewirausahaan bagi siswa, karena ada beberapa stand yang diisi oleh organisasi-organisasi siswa.
Waktu menunjukkan pukul 17.00. Pengajian pun selesai. Para santri keluar dari masjid, dan langsung menuju lokasi bazaar. Mereka menyemut mengerubuti stand-stand dagangan takjil. Para pedagang tampak sibuk melayani para pembeli. Lokasi takjil tampak ramai seperti pasar kaget. Hampir tidak ada satu stand pun yang kosong dengan pembeli.
Dagangan yang dijajakan ada yang dibuat sendiri, ada yang membeli dari pasar lalu dijual kembali, dan ada yang mengambil persentase dari pihak yang menitipkan barang dagangannya. Intinya, disitu ada perputaran uang dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Hal yang menarik perhatian saya adalah adanya stand-stand yang dikelola oleh organisasi siswa/ santri. Mereka ikut berpartisipasi disamping sebagai sarana untuk menyemarakkan bazaar, juga untuk berlatih berwirausaha. Mereka gunakan uang kas sebagai modal untuk berdagang, dan tentunya berharap keuntungan dari kegiatan tersebut.
Dalam konteks pembelajaran, selain mereka belajar berdagang atau transaksi jual beli, mereka pun belajar untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan pihak lain. Berdagang selain memerlukan perhitungan yang matang, berani mengambil resiko, kreatif, juga harus memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik.