Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) di sekolah-sekolah yang ditunjuk menjadi sekolah model (sekmod) di Provinsi Jawa Barat ada yang telah memasuki tahun kedua dan dan tahun ketiga. Harapannya tentunya, mutu sekolah mengalami peningkatan secara bertahap dan berkelanjutan.
Di Provinsi Jawa Barat, program sekmod dilaksanakan sejak tahun 2016. Diawali dengan implementasi di 4 (empat) Kabupaten/Kota yang meliputi Kota Cimahi, Kota Bandung, Kab. Ciamis, dan Kab. Kuningan. Adapun yang menjadi sasarannya masing-masing terdiri dari 16 sekolah (8 SD, 4 SMP, 2 SMA, dan 2 SMK). Totalnya sebanyak 64 sekolah.
Pada tahun 2017, selain Kabupaten/Kota dan sekolah-sekolah yang menjadi sasaran sekmod pada tahun 2016, wilayahnya ditambah 23 Kabupaten/Kota ditambah menjadi 368 sekolah. Ditambah 8 sekolah yang pernah menjadi sasaran Program Peningkatan Mutu Sekolah (PAMS) yaitu Kabupaten Cianjur (6 sekolah) dan Kota Banjar (2 sekolah). Kalau jumlahnya digabung, maka sasaran tahun 2016 dan 2017, maka total sebanyak 440 sekmod.
Melalui sekmod, sekolah didorong untuk memenuhi mencapai 8 (delapan) SNP secara bertahap. Pada tahun pertama, sekolah memenuhi 4 (empat) Standar Nasional Pendidikan Nasional (SNP) yang berkaitan dengan akademik, seperti (1) Standar Kelulusan, (2) Standar Isi, (3) Standar Proses, dan (4) Standar Penilaian.Â
Dan pada tahun-tahun berikutnya, sekolah didorong untuk memenuhi 4 (empat) SNP lainnya, yaitu (5) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK), (6) Standar Pengelolaan, (7) Standar Sarana, dan Prasarana, dan (8) Standar Pembiayaan.
Pemenuhan mutu di sekolah memperhatikan indikator atau subindikator setiap standar pada rapot mutu sekolah. Indikator atau subindikator mana yang paling lemah, itulah yang perlu diprioritaskan pemenuhan mutunya. Misalnya pada standar proses, guru belum mampu memanfaatkan media dalam pembelajaran, maka sekolah menyusun rencana kegiatan pelatihan penggunaan media pembelajaran bagi guru.
Sekolah melakukan siklus SPMI yang diawali dari pemetaan mutu, penyusunan perencanaan pemenuhan mutu, pelaksanaan pemenuhan mutu, audit pemenuhan mutu, hingga penyusunan strategi pemenuhan mutu yang baru. Pemetaan mutu dilakukan dengan melakukan evaluasi diri sekolah (EDS), lalu hasilnya dianalisis dan disusun perencanaan pemenuhan mutu oleh TPMPS dengan meminta masukan dari warga sekolah.
Setelah rencana disusun, maka sekolah melaksanakan pemenuhan mutu dengan melibatkan warga sekolah dan para pemangku kepentingan (stakeholder). Untuk memastikan bahwa pelaksanaan pemenuhan mutu sesuai dengan yang diharapkan, maka perlu dilakukan monitoring dan evaluasi (monev) atau audit dengan menggunakan berbagai instrumen yang relevan. Dan ketika hasil monev atau audit sudah diketahui, maka ditindaklanjuti dengan menentukan strategi pemenuhan mutu yang baru.
Pada implementasi SPMI, sekolah dihadapkan pada berbagai tantangan dan hambatan. Tantangannya misalnya, pertama, belum terbentuknya kebutuhan akan mutu atau belum terbangunnya budaya mutu, sehingga masih banyak warga sekolah yang kurang peduli terhadap proses pelaksanaan peningkatan mutu.Â
Urusan peningkatan mutu sekolah seolah menjadi tanggung jawab kepala sekolah dan TPMPS, sedangkan yang lainnya kurang peduli atau kurang mendukung. Kedua, TPMPS belum memahami langkah-langkah pelaksanaan SPMI, sehingga perlu mendapatkan pendampingan baik dari fasilitator daerah (fasda), pengawas, atau LPMP.
Adapun hambatannya antara lain, pertama, dukungan sumber daya dan sumber dana dalam pelaksanaan pemenuhan mutu, dan kedua, terbatasnya waktu yang dimiliki TPMPS, utamanya yang berasal dari guru mengingat mereka pun memiliki tugas pokok yaitu mengajar.