Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mendidik Siswa dengan Hati

25 Maret 2018   19:12 Diperbarui: 25 Maret 2018   19:54 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa waktu yang lalu, di sebuah akun FB saya melihat ada sebuah postingan yang memperlihatkan kondisi sebuah sekolah swasta di sebuah daerah di Jawa Timur. Dalam deskripsinya, pemosting yang kebetulan salah satu guru di sekolah tersebut menjelaskan bahwa dulu, sekolahnya tersebut kurang diminati oleh masyarakat, muridnya sedikit, bahkan terancam ditutup. 

Tetapi dengan upaya yang gigih dari guru-gurunya, akhirnya mereka sedikit demi sedikit mampu membuktikan bahwa sekolah mereka dapat bertahan, bahkan berprestasi. Dengan segala keterbatasan, mereka membuat berbagai program untuk meningkatkan mutu sekolahnya.

Setelah sekolah tersebut maju, ternyata cukup menarik perhatian dan banyak yang datang melakukan studi banding. Kepada para tamu yang datang, dia menyampaikan rahasia utama sehingga sekolahnya bisa maju, yaitu mendidik siswa dengan sepenuh hati. Mereka menjadikan tugas mendidik siswa sebagai ladang perjuangan dan jihad mencerdaskan anak bangsa.

Mendidik dengan hati. Itulah hal yang menarik bagi saya. Mengapa? Karena kalau mendidik dengan hati, berarti guru melakukan pekerjaan dengan niat yang tulus, penuh dedikasi dan loyalitas terhadap tugasnya. Mengajar tidak sekedar datang ke sekolah, sampaikan materi sampai selesai, lalu pulang, tetapi memang niat untuk berjihad memberantas kebodohan dan melahirkan generasi-generasi bangsa yang berakhlak mulia.

Guru memosisikan siswa sebagai amanat yang harus dijaga dengan baik. Siswa pun diposisikan sebagai pelanggan yang perlu diberikan layanan terbaik. Dalam melaksanakannya memang tidak mudah. Guru dihadapkan pada berbagai tantangan, baik dari internal, maupun eksternal, seperti kondisi psikologis guru, pengaruh komunikasi guru dengan kepala sekolah, komunikasi antarsesama guru, latar belakang dan karakter siswa yang beragam.

Guru yang mendidik siswa dengan hati akan melakukan berbagai ikhtiar agar siswa-siswanya memahami materi pelajaran dan memiliki sikap yang baik disertai doa kepada Allah Swt agar diberikan kekuatan, kemudahan, dan petunjuk dalam melaksanakan tugas. Selain menjadi guru, dia pun menjadi pendengar yang baik terhadap harapan-harapan siswanya. 

Dia menjadi teman diskusi yang menyenangkan bagi siswanya. Dia menjadikan siswa-siswanya bak anaknya sendiri yang diurusnya dengan penuh kasih sayang. Dia pun memiliki kesabaran yang luar biasa dalam menghadapi siswa-siswa yang nakal disertai upaya dan doa agar siswanya tersebut segera diberikan hidayah dari Allah Swt.

Kepada para guru, mari kita melakukan refleksi; apakah dalam melaksanakan tugas mendidik siswa sudah diawali dengan yang lurus untuk mencerdaskan anak bangsa atau hanya sekedar melaksanakan tugas dan mendapatkan tunjangan profesi? Apakah dalam setiap salat dan doa-doa yang dipanjatkan, para siswa juga didoakan agar mereka diberikan kemudahan dalam belajar, dan dilembutkan hatinya agar menjadi manusia yang berakhlak mulia? 

Apakah guru suka mengucapkan terima kasih jika dibantu oleh siswa? Apakah guru suka memohon maaf jika misalnya pernah berbuat salah kepada siswa? Apakah guru suka mendoakan agar para siswanya sukses di masa depan?  Hal tersebut dapat dilakukan jika guru mendidik disertai dengan hati.

Ketika siswa ada yang nakal atau sulit menerima pelajaran, mungkin saja sebagai dampak dari guru kurang ikhlas dalam menjalankan tugas, hanya menjadikan murid sebagai objek, padahal mereka adalah makhuk yang unik dengan segala kecerdasan yang dimilikinya. Mungkin siswa tidak mendapatkan hal yang memang yang diharapkannya di sekolah, seperti perhatian dan kasih sayang guru.

Hati siswa memang perlu disentuh dengan hati juga. Mendidik memang perlu kesabaran. Batu yang keras pun akan dapat tertembus oleh titik demi titik air yang terus jatuh di atasnya. Binatang yang buas pun jika mendapatkan perlakuan yang baik, diurus dengan penuh kasih sayang, diberikan apa yang menjadi keinginannya, ternyata dapat menjadi jinak dan turut kepada orang yang mengurusnya. Apalagi kalau manusia yang memiliki hati nurani?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun