Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Guru "Pelakor", Mengapa Tidak?

4 Januari 2018   01:38 Diperbarui: 4 Januari 2018   15:08 1148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock

Beberapa tahun ini, di media sosial populer istilah PELAKOR yang merupakan singkatan dari Perebut Laki (suami) Orang. 

Istilah PELAKOR menggantikan istilah WIL yang merupakan singkatan dari Wanita Idaman Lain. Istilah tersebut dilatarbelakangi oleh cukup banyaknya kasus perselingkuhan bahkan menyebabkan perceraian pasangan suami-istri. 

Kalau sudah mendengar kata itu, kaum ibu-ibu biasanya merasa ill feel alias marah dan jijik kepada pelakunya dan mewanti-wanti suaminya supaya tidak terkena godaan PELAKOR.

Dibalik citra negatif istilah PELAKOR, saya justru berpikir bahwa dalam konteks pendidikan, guru harus menjadi seorang PELAKOR. Eit, jangan berprasanga buruk dulu. 

PELAKOR yang saya maksud tentunya bukan Perebut Laki (suami) Orang, tapi merupakan sebuah singkatan yang lain, dan hal ini berlaku baik bagi guru laki-laki ataupun guru perempuan. Singkatan PELAKOR yang saya maksud sebagai berikut. P = Profesional, E = Enerjik, L = Luwes, A = Antusias, K = Kreatif, 0 = Organisatoris, R = Reflektif.

P = Profesional. Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa "Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah." Bukti bahwa seorang guru disebut sebagai guru profesional adalah jika telah lulus sertifikasi dan memiliki sertifikat pendidik.

Dalam UU Guru dan Dosen juga dinyatakan bahwa seorang guru profesional wajib memiliki 4 (empat) kompetensi sebagai berikut. 

  1. Kompetensi pedagodik, 
  2. Kompetensi profesional, 
  3. Kompetensi kepribadian, dan 
  4. Kompetensi sosial. 

Kompetensi pedagogik berkaitan dengan penguasan ilmu mendidik, didaktik, dan metodik. Kompetensi profesional berkaitan dengan penguasan substansi mata pelajaran diampu. Kompetensi kepribadian berkaitan dengan pengelolaan pribadi atau intrapersonal skill. 

Dan kompetensi sosial berkaitan dengan kemampuan bersosialisasi, berkomunikasi, dan bekerjasama dengan orang lain, atau disebut interpersonal skill.

Tantangan yang dihadapi oleh dunia pendidikan saat ini memerlukan sosok guru yang profesional, berjiwa pembelajar, responsif terhadap perkembangan IPTEK, karena di pundaknya dibebankan amanat untuk mengajar dan mendidik para siswa menjadi lulusan yang kompeten dan berkualitas agar mampu bersaing di era globalisasi. 

Kompetensi merupakan cerminan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dikuasai oleh seorang peserta didik atau lulusan setelah dia mempelajari satu Kompetensi  Dasar (KD) tertentu atau setelah mengikuti sebuah program pembelajaran dalam kurun waktu tertentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun