Kasus-kasus yang muncul di beberapa daerah tersebut sangat mengerikan. Belum lagi kalau kasus-kasus di daerah lain yang belum terungkap. Virus HIV/AIDS yang juga penderitanya berasal dari kalangan LGBT ibarat bola salju yang jumlahnya semakin besar dan jika tidak disikapi dengan serius, maka akan menyebabkan generasi Indonesia kehilangan masa depan.
Menurunnya penghayatan dan pengamalan nilai-nilai agama serta lingkungan pergaulan disinyalir menjadi sarana penyebaran LGBT. Para orang tua patut khawatir dengan kondisi seperti ini, karena anak-anaknya banyak beraktivitas di sekolah, kampus, dan aktivitas luar rumah lainnya. Mereka mungkin saja di rumah terlihat seperti manusia yang normal, tetapi di luar rumah, aktivitasnya tidak dapat dikontrol oleh orang tua.
Keluarga adalah unit masyarakat yang terkecil. Keluarga juga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga harus bisa menjadi benteng terhadap penyebaran LGBT. Sejak kecil, orang tua harus mengondisikan pendidikan dan bermain anak sesuai dengan jenis kelaminnya. Kecuali yang memang memiliki kelainan secara medis dan psikologis, tentunya harus melibatkan dokter dan psikolog.
Dalam konteks pendidikan, orang tua perlu menanamkan pendidikan agama yang kuat terhadap anak-anaknya. Agama menjadi fondasi utama dalam membangun keimanan, ketakwaan, dan akhlak manusia. Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan, laki-laki dan perempuan. Itu adalah sunnatullah.
Seorang anak lahir dari perkawinan yang berbeda jenis, bukan sesama jenis. Ketika seorang manusia menyukai lawan jenisnya, dapat dipastikan itu adalah penyakit sekaligus penyimpangan. Orang tua pun dapat menceritakan kisah kaum Nabi Luth As. yang diberi azab oleh Allah karena berperilaku seks menyimpang sebagai. Kisah ini adalah sebuah pelajaran bagi manusia agar tidak berlebih-lebihan dan hidup sesuai dengan kodratnya.
Salah satu tujuan manusia membantuk keluarga adalah untuk melanjutkan garis katurunan. Perkawinan yang dilakukan oleh sesama jenis sudah pasti tidak akan melahirkan anak. Adapun pembelaan dari kaum LGBT bahwa mereka pun dapat memiliki anak dari menyewa rahim, itu hanya pembelaan yang sangat mengada-ada dan menyedarhanakan masalah. Argumen tersebut sebenarnya mengakui bahwa anak hanya bisa lahir dari pasangan beda jenis dan sekaligus pengakuan bahwa kelakuan mereka memang menyimpang. Hanya mengagung-agungkan HAM dan urusan seks.
Di tengah kondisi saat ini dimana kaum LGBT semakin berani menampakkan diri dan mendapatkan dukungan internasional, keluarga menjadi benteng pertama sekaligus terakhir untuk mengantisipasi anak-anak menjadi korban LGBT. Pendidikan seks yang kadang dianggap tabu oleh sebagian keluarga justru harus diperkenalkan sejak dini dengan tetap mengacu kepada norma yang berlaku. Wallaahu a'lam.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H