Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Disiplin dan Etos Kerja Guru

24 November 2017   21:26 Diperbarui: 24 November 2017   21:31 2796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tema peringatan HUT PGRI ke-72 dan Hari Guru Nasional 2017 adalah "Membangkitkan Kesadaran Kolektif Guru dalam Meningkatkan Disiplin dan Etos Kerja untuk Penguatan Pendidikan Karakter". Hal ini sangat relevan dengan program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang saat ini sedang digalakkan oleh Kemdikbud. Ada lima nilai yang menjadi fokus untuk dikembangkan, yaitu: (1) religius, (2) nasionalisme, (3) integritas, (4) mandiri, dan (5) gotong royong.

Disiplin dan etos kerja merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. banyak orang yang sukses, karena dia disiplin. Sebuah negara akan maju dan tertib jika penduduknya disiplin. Lingkungan yang tertata rapi cermin masyarakat yang disiplin. Tidak ada yang melanggar rambu-rambu lalu lintas, tidak ada yang membuang sampah sembarangan, tidak ada yang merusak fasilitas umum, budaya antri, dan sebagainya.

Negara maju biasanya menjadikan disiplin sebagai nilai utama yang ditanamkan sejak dini. Guru di Australia lebih khawatir siswanya tidak bisa antri daripada tidak bisa mengerjakan soal matematika. Pada waktu saya berkunjung ke Seoul Korea Selatan, saya kagum denga budaya antri masyarakatnya yang antri menunggu bis ketika akan pulang dari tempat bekerjanya.

Tidak ada yang saling serobot. Ketika bis datang, maka penumpang yang akan turun diberikan kesempatan lebih dulu untuk keluar dari bis, lalu penumpang yang akan pulang naik dengan tertib. Hal yang sama terjadi ketika di lift. Orang yang keluar lift diberikan kesempatan lebih dulu, baru orang lain masuk lift. Tidak ada "tabrakan" atau berdesak-desakkan di depan pintu lift.

Itulah sekelumit potret disiplin masyarakat di negara maju. Bagaimana dengan di Indonesia? Masalah disiplin menjadi PR besar. Hal nii bisa kita lihat ketika di jalan raya, tempat-tempat umum, pasar, terminal, stasiun, bahkan lembaga-lembaga pendidikan pun masih banyak yang mencerminkan ketidakdisiplinan. Dan kadang ironisnya, ketidakdisiplinan tersebut dianggap lumrah, karena ketika seseorang diingatkan untuk disiplin, maka dia pun mengatakan bahwa dia pun melihat orang lain melakukannya. Bukan hanya dia saja. Akhirnya yang terjadi adalah ketidakdisiplinan secara berjamaah.

Manusia Indonesia terlalu diarahkan untuk menonjolkan sikap bersaing. Tapi kadang proses untuk mencapainya tidak diwarnai dengan sikap disiplin, tapi sikap potong kompas dan budaya instan. Dampak dari satu orang yang tidak disiplin, maka berdapak juga terhadap banyak orang. Disiplin dan etos kerja adalah dua hal yang bukan hanya dipengaruhi oleh inisiatif pribadinya masing-masing, tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan tempat kerja, dan penerapan reward  and punishment dalam sebuah institusi.

Guru sebagai insan pendidik memang sangat diharapkan menampilkan karakter disiplin sehingga bisa menjadi teladan bagi para siswanya. Sebuah pribahasa mengatakan "satu perbuatan lebih utama daripada seribu kata-kata.". Itulah hebatnya sebuah keteladanan dibandingkan hanya nasihat-nasihat atau petuah-petuah.

Sebelum siswa datang ke sekolah, guru diharapkan sudah terlebih dahulu berada  di sekolah. Bahkan di beberapa sekolah dibudayakan guru menyambut siswanya di gerbang sekolah. Waktu kuliah, saya memiliki seorang dosen yang sebelum perkuliahan dimulai, Beliau sudah menunggu di dalam kelas. Akibatnya para mahasiswa pun malu kalau terlambat masuk, dan berusaha untuk tidak terlambat. Tidak ada kata-kata peringatan atau teguran yang disampaikannya, tapi sikap disiplinnya justru menjadi "teguran" atau "peringatan" kepada mahasiswanya agar juga bersikap disiplin.

Guru bukan hanya diharapkan disiplin dalam mengajar, tetapi juga disiplin dalam mengerjakan berbagai pekerjaan administasi yang melekat dengan tugasnya, seperti menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), menilai hasil belajar siswa, mengerjakan berbagai laporan, mengisi data kepegawaian, dan sebagainya.

Disiplin yang tinggi tentunya akan berdampak terhadap tingginya etos kerja. Guru yang memiliki disiplin dan etos kerja yang tinggi disamping akan menjadi figur teladan   dan panutan para siswanya, juga akan dihormati dan disegani oleh rekan sejawat, serta diapresiasi oleh Kepala Sekolahnya. Model guru seperti ini sangat layak untuk diajukan untuk mengikuti lomba guru berprestasi, diajukan mendapatkan penghargaan dari pemerintah, dipromosikan menjadi calon Kepala Sekolah.

Guru yang berdisiplin dan memiliki etos kerja yang tinggi akan menjadi sumber inspirasi dan sumber motivasi bagi para siswannya. Dia telah menjelma menjadi figur pendidik sejati. Semoga melalui momentum HUT PGRI ke-72 dan Hari Guru Nasional 2017, semakin memacu guru untuk menjadi manusia-manusia yang menjadi "mata air keteladanan" bagi para siswanya dan menjadi agen penumbuhan dan penguatan pendidikan karakter.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun