HIJRAH LITERASI
Oleh:
IDRIS APANDI
(Penulis Buku: Literasi atau Mati; Gerakan Literasi dan Penguatan Pendidikan Karakter; Aku, Ramadan, dan Literasi; dan Iktikaf Literasi)
Tanggal 21 September 2017 umat Islam memperingati Tahun Baru Islam, 1 Muharam 1439 Hijriyah. Perayaan tahun baru Islam diwarnai dengan berbagai kegiatan dengan suka cita, mulai dari doa bersama (istigotsah), pawai obor, acara seni islami, dan sebagainya.
Tahun baru hijriyah adalah momentum bagi umat Islam untuk memanjatkan puji syukur, muhasabah, berharap ditahun baru kehidupannya semakin baik. Beragam doa di panjatkan ke khadirat kepada Allah Swt. Orang yang belum mendapatkan jodoh semoga segera mendapat jodoh, yang masih menganggur segera mendapatkan pekerjaan, yang sedang terkena musibah semoga diberikan kekuatan, ketabahan, kesabaran, dan jalan keluar, yang memiliki hutang semoga segera terbebas dari hutang, dan sebagainya.
Tahun baru Hijriyah adalah momentum hijrah. Secara sederhana, hijrah artinya berpindah. Tahun Hiriyah dihitung sejak pindahnya Nabi Muhammad Saw bersama para sahabat dari Mekkah ke Madinah dengan tujuan untuk berdakwah dan mempertahankan akidah Islam. Ada juga pengertian yang lain, yaitu meninggalkan sesuat hal. Dalam artian, meninggalkan hal yang buruk menuju hal yang baik. Yang tadinya bergelimang dosa, menjadi taubat, dan sebagainya.
Hirjah dalam diartikan dalam berbagai konteks kehidupan, termasuk dalam konteks literasi. Sebut saja istilahnya hijrah literasi. Sesuai dengan semangat gerakan literasi yang saat ini tengah digulirkan, maka saya kira istilah ini layak dimunculkan. Gerakan literasi bertujuan untuk meningkatkan minat baca masyarakat yang masih rendah. Meningkatnya minat baca diharapkan dapat berdampak pada meningkatkan produktivitas menulis, karena membaca dan menulis ibarat dua sisi mata uang, dimana keduanya tidak dapat dipisahkan.
Masyarakat Indonesia secara umum masih terbiasa dengan budaya lisan atau budaya tutur, belum menjadikan membaca sebagai kebutuhan, apalagi sebagai gaya hidup. Oleh karena itu, jika ingin kualitas bangsa ini meningkat, maka perlu hijrah, perlu berpindah kebiasaan, perlu meninggalkan rasa malas yang menguasai diri.
Hijrah bukan hal yang mudah. Hijrah butuh perjuangan. Hijrah akan dihadapkan pada tantangan, baik dari dalam diri sendiri maupun dari luar. Tantangan dari dalam diri misalnya konsistensi atau istikamah untuk benar-benar hijrah, karena manusia adalah makluk yang tidak selalu benar dan tidak selalu salah. Sedangkan tantangan dari luar biasanya ejekan, cemoohan, bahkan hinaan. Hal tersebut tentunya harus siap dihadapi dengan mental yang kuat.
Memulai menulis, utamanya bagi yang kurang berminat atau yang telah memvonis diri tidak dapat menulis bukan hal yang mudah. Begitu sulit untuk merangkat kata-kata menjadi kalimat, dan merangkai kalimat menjadi satu paragraf yang utuh, dan menghubungkan antara satu paragraf dengan paragraf yang lain. Bahkan hanya untuk membuat satu paragraph satu butuh waktu lama. Bingung, apa yang akan ditulis.