Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Indonesia Masih Dijajah Korupsi

16 Agustus 2017   09:46 Diperbarui: 16 Agustus 2017   11:17 1103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tanggal 17 Agustus 2017 bangsa Indonesia memperingati 72 tahun kemerdekaannya. Pasca proklamasi dan bongkar pasang bentuk negara dari tahun 1945 sampai dengan tahun 1950, Indonesia mengalami tiga orde, yaitu orde lama pada masa kepemimpinan Soekarno (1950-1967), Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto (1967-1997), dan orde reformasi (1997 sampai dengan sekarang) yang telah beberapa kali berganti Presiden, mulai dari BJ Habibie, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Megawati Soekarno Puteri, Soesilo Bambang Yudhoyono, dan Joko Widodo.

Proklamasi kemerdekaan adalah momentum bagi bangsa Indonesia membebaskan diri dari penjajahan dan menjadi negara yang berdaulat baik secara politik, hukum, maupun secara ekonomi. Dari sekian banyak program pembangunan yang dilakukan oleh beberapa rezim pemerintah, ada satu hal yang masih menjadi persoalan akut di negeri ini, yaitu korupsi.

Sejak zaman kepemimpinan Soekarno, Soeharto, Habibie, Gus Dur, Megawati, sampai Joko Widodo korupsi banyak terjadi bahkan kondisinya makin marak. Korupsi merasuki setiap lini kehidupan, mulai dari level pejabat, aparat, hingga masyarakat bawah. Jumlahnya mulai dari korupsi uang kas sampai sampai mega korupsi BLBI. Bahkan sampai saat ini muncul mega korupsi e-KTP yang disinyalir merugikan negara sebesar 2,3 triliun rupiah.

Kalau melihat fenomena saat ini, kadang urusan korupsi bukan hanya niat, tetapi juga kesempatan. Orang yang teriak-teriak anti korupsi, ketika mendukuki jabatan dan memiliki peluang untuk korupsi, apakah bisa bisa menahan diri untuk tidak melakukan korupsi? Tidak bermental aji mumpung untuk memperkaya diri? hanya waktu yang bisa membuktikannya.

Setelah banyak kepala daerah, anggota DPR/DPRD, aparat penegak hukum yang tertangkap tangan menerima suap, kini kepala desa pun ada yang ditangkap KPK karena diduga melakukan korupsi dana desa. Dalam rangka mempercepat proses pembangunan, dan sesuai dengan konsep membangun dari desa atau dari pinggir, maka pemerintah mengucurkan trilunan dana untuk membangun desa. Presiden Joko Widodo pun meminta agar dana desa diawasi untuk meminimalisasi penyimpangan.

Korupsi terjadi sejak Indonesia merdeka sampai dengan saat ini dengan jumlah, bentuk, dan modus yang beragam. Berbagai upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi pun telah dilakukan. Peraturan perundang-undangan pun telah banyak dibuat sebagai paying hukum pencegahan dan pemberantasan korupsi. Walau demikian, semakin banyak aturan dibuat, maka modusnya pun semakin beragam. Tindakan korupsi dari yang sifatnya terang-terangan sampai kepada yang halus seperti modus pencucian uang.

Masih maraknya korupsi di Indonesia menandakan bahwa secara hakiki, Indonesia belum merdeka. Masih dijajah korupsi. Kalau pada perjuangan kemerdekaan Indonesia membutuhkan para pejuang untuk membebaskan diri dari belenggu penjajahan, maka saat ini Indonesia memerlukan aparat-aparat hukum yang berintegritas untuk membebaskan diri dari korupsi.

Pertanyaannya adalah, apakah saat ini Indonesia memiliki aparat hukum yang berintegritas? Saya termasuk yang optimis bahwa Indonesia masih memiliki aparat hukum yang berintegritas. Sosok-sosok penegak hukum seperti Jenderal Hoegeng dan Baharuddin Lopa semoga menjadi inspirasi bagi penegak hukum untuk bisa bersikap dan bertindak tegas, jujur, berintegritas, dan hidup sederhana. Walau kadang ditemukan fakta ironis. Masih ada oknum aparat hukum yang "main mata", memperjualbelikan hukum, memeras, dan sampai terjerat OTT oleh KPK.

Tantangan yang dihadapi oleh aparat hukum dalam pencegahan korupsi saat ini makin berat. Teror demi teror diterima oleh penyidik KPK. Salah satunya yang menimpa Novel Baswedan yang disiram air keras (25/04/2017). Kasus ini sudah terjadi lebih dari 100 hari, tetapi pelakunya belum juga terkuak. Sampai presiden Joko Widodo harus menginstruksikan kepada Kapolri agar kasus ini diusut sampai tuntas.

Kasus ini diduga ada kaitannya dengan kasus e-KTP yang saat ini tengah diproses KPK. Sejumah nama politisi di DPR yang diduga menerima aliran dananya e-KTP pun mendadak hilang dalam putusan terhadap Irman dan Sugiharto terdakwa kasus e-KTP (20/07/2017). Muncul juga Pansus e-KTP di DPR yang juga banyak ditentang karena dinilai untuk melemahkan KPK dan sebagai upaya untuk menyelamatkan sejumlah politisi yang diduga menerima aliran dana korupsi e-KTP. Ya Inilah Indonesia, negeri yang masih dijajah korupsi. Selamat HUT RI ke-72 dan mari terus berjuang untuk Indonesia bebas dari korupsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun