Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengawas Pembelajar

16 April 2017   22:03 Diperbarui: 17 April 2017   07:00 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Supervisi (Ilustrasi : http://bprsaudara.com)

Tulisan ini terinspirasi dari komunikasi Saya selama tiga minggu terakhir dengan para pengawas SD dari beberapa Kabupaten/Kota di Jawa Barat. Kami dipertemukan dengan mereka pada saat kegiatan penyegaran dan Bimtek Instruktur K-13 jenjang SD. Kebetulan Saya ditugaskan menjadi salah satu fasilitator pada kegiatan tersebut.

Di kelas yang Saya fasilitasi, kami sepakat membentuk grup WA. Tujuannya agar grup WA tersebut menjadi sarana informasi, komunikasi, diskusi, dan sosialisasi berbagai informasi dan isu seputar dunia pendidikan. Aturan mainnya, grup tersebut bebas dari copas, hoax, dan rumpi, tapi diisi dengan hal-hal yang bermanfaat.

Pada lampiran Permendikbud Nomor 143 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Pengawas dan Angka Kreditnya dinyatakan bahwa Pengawas Sekolah adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk melaksanakan kegiatan pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan.

Pengawas terbagi menjadi pengawas satuan pendidikan dan pengawas mata pelajaran. Walau beda garapan, tetapi intinya sama, yaitu memberikan pembinaan, arah, bimbingan kepada tiap binaannya agar kualitas layanan pendidikan di sekolah semakin meningkat.

Dengan demikian, maka peran pengawas sangat strategis. Pengawas diharapkan menjadi sumber informasi pertama bagi para Kepala Sekolah dan guru berkaitan dengan kebijakan dan isu-isu terbaru yang berkaitan dengan pendidikan, manajemen sekolah, dan peningkatan kompetensi guru.

Mengingat peran strategisnya tersebut, hal ini menjadi tantangan bagi pengawas untuk meningkatkan kompetensinya. Dengan kata lain, pengawas harus menjadikan dirinya sebagai pengawas pembelajar. Pengawas yang haus akan ilmu pengetahuan, pengawas yang rajin mencari informasi dari berbagai sumber, pengawas yang ”kepo”, dan pengawas yang melek Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).

Dengan tingkat pendidikan dan pengalaman yang dimiliki oleh seorang pengawas, Saya kira pengawas akan menjadi sosok yang cepat belajar. Yang Saya tahu, sudah banyak pengawas yang jam terbangnya sudah sangat tinggi dan aktif dalam tim pengembang dan narasumber baik di tingkat nasional, provinsi, dan Kabupaten/Kota. Walau demikian, tantangan dihadapi oleh pengawas adalah meningkatkan motivasi untuk terus belajar dan meningkatkan kompetensinya, apalagi bagi pengawas-penngawas yang tidak lama lagi akan memasuki masa purnabakti.

Rasa malas bisa menghinggapi setiap orang, termasuk pengawas. Oleh karena itu, “penyakit” tersebut harus dilawan oleh dirinya jika ingin menjadi pengawas pembelajar. Penyegaran (recharge/ refresh) diperlukan oleh untuk meningkatkan profesionalisme pengawas melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah atau melalui wadah KKPS/MKPS/APSI. Selain itu, pengawas juga perlu memiliki inisiatif untuk belajar secara mandiri.

Ketika seorang pengawas mengunjungi sekolah binaannya, Kepala Sekolah dan guru tentu berharap ada informasi atau ilmu terbaru yang akan disampaikan oleh pengawas. Dan terkadang guru atau Kepala Sekolah justru sudah lebih tahu berkaitan dengan isu atau kebijakan pendidikan terbaru. Oleh karena itu, pengawas harus berpacu dengan waktu untuk meningkatkan kompetensinya, walaupun istilahnya hanya beda satu malam dengan kepala sekolah atau guru.

Sebagai seorang ASN dan memiliki jabatan fungsional, seorang pengawas dihadapkan pada Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) dan kewajiban mengumpulkan Angka Kredit (AK). Dan salah AK yang wajib diperoleh adalah publikasi ilmiah. Dengan kata lain, seorang pengawas wajib menulis Karya Tulis Ilmiah (KTI). Aktivitasnya dalam memberikan pembinaan dapat dijadikan sebagai Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) atau prakte terbaik (best practice). Selain PTS dan Best Practice,ada juga jenis KTI yang dapat dijadikan pengembangan profesi seperti artikel dan buku.

Interaksi yang telah terjadis selama tiga minggu di Grup WA yang kami buat, terdapat perkembangan atau kemajuan yang cukup bagus. Dari postingan-postingan artikel di grup WA, sudah ada respon dari beberapa orang pengawas yang termotivasi ingin menulis, memberikan tanggapan, atau memosting karyanya sendiri. Hal tersebut perlu diapresiasi, karena mungkin mereka telah lama tidak berpikir ingin menulis KTI, terlena dengan aktivitas sehari-hari, kini sudah mulai “bangun”, “ngeureuyeuh” menulis walau tentunya memerlukan perjuangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun