Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dedi Mulyadi dan Filosofi Sepeda

16 Januari 2017   16:19 Diperbarui: 16 Januari 2017   16:24 1440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengendarai sepeda. (Foto : img.okezone.com)

Pada lampu jalan kita belajar mengenai kearifan untuk menerangi kehidupan dari hasil upaya sendiri. Tidak ada hak kita untuk menyalahkan kehidupan ketika menunjukkan ketidakjelasan. Tugas kita adalah membuat hidup mendukung tujuan dengan upaya sendiri.

Buku Mengayuh Negeri dengan Cinta Karya Kang Dedi Mulyadi. (Foto : Dok. pribadi).
Buku Mengayuh Negeri dengan Cinta Karya Kang Dedi Mulyadi. (Foto : Dok. pribadi).
Ketiga, keberhasilan adalah kerjasama sebuah sistem. Sebuah sepeda terdiri dari berbagai elemen, baik elemen utama maupun elemen pendukung yang menjadi sistem. Dari mulai rangka, stang, ban, pedal, rem, jari-jari, pentil, bahkan baud dan mur. Semuanya saling mendukung. Pelajaran yang bisa diambil adalah pembangunan harus dilaksanakan secara gotong royong antara pemerintah dengan berbagai elemen masyarakat.

Ban bisa digunakan karena ada diisi angin, pentilnya atau bannya itu sendiri tidak bocor, velgnya bagus, jari-jarinya menyambungkan antara velg dengan poros untuk berputar. Berarti di sini adalah keharmonisan dan saling dukung antara elemen yang satu dengan yang lain.

Ibarat sepeda, pembangunan harus dikendalikan supaya tidak jatuh atau terjerumus. Harus penuh kehatian-hatian, harus pandai mengatur ritme atau kecepatan. Kapan jalan sepeda harus dikayuh dengan cepat dan kapan lambat. Perlu strategi mengendarainya di jalan yang garijlug alias jalan yang rusak dan jalan yang rusak.

Karena pembangunan sebagai sebuah sistem, maka keberhasilan pun adalah kontribusi semua pihak. Walau demikian, ada figur yang perannya sangat penting, yaitu sang pengendara sepeda atau pemimpin. Sang pengendaralah yang akan mengendalikan lajunya sepeda, dan dia bertanggung jawab membawa sepeda selamat sampai ke tempat tujuan.

Keempat, peran standar sepeda. Standar adalah alat yang digunakan untuk menjaga sepeda tetap berdiri ketika berhenti atau tidak digunakan. Menurut Dedi Mulyadi, keberadaan standar sangat dibutuhkan. Melalu standar ini, kita dapat mengukur kapan saatnya diam sambil bergerak dan kapan saatnya bergerak dengan kesiapan untuk berhenti di titik tertentu. Tanpa standar, sepeda akan cepat rusak.

Kelima, rasa cinta. Ketika mengayuh sepeda dengan cinta, maka beban yang berat akan terasa ringan. Walau keringat membasahi badan, energi terkuras, kecapaian, tetapi perjalanan begitu dinikmati. Mengapa demikian? Karena dilakukan dengan penuh cinta. Demi cinta, seseorang rela berkorban. Ketika cinta kepada sepeda kumbang, tentunya sepeda itu akan dirawat dan mengendarainya dengan hati-hati. Begitupun ketika sebuah bangsa cinta kepada negerinya, maka harus merawatnya dengan baik. Mari cermikan cinta dalam setiap aktivitas dan kegiatan kita.

Penulis, Praktisi Pendidikan, Pemerhati Masalah Sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun