Ketiga, pentingnya menjaga lisan.Dalam komunikasi di media sosial, jari tangan adalah representasi dari lisan kita. Jari-jari tangan kita dengan mudah bisa menuliskan apa saja, membagikan berita apa saja di media sosial. Oleh karena itu, sebelum menulis atau membagikan sebuah berita, pertimbangkan secara masak, jangan sampai menyesal kemudian. Sudah banyak contoh kasus saling lapor ke polisi bahkan kekerasan gara-gara beda pendapat dan salingbullydi media sosial.
Ada peribahasa mengatakan“mulutmu harimaumu”.Artinya, apa yang ucapkan akan berdampak kepada yang mengucapkannya. Oleh karena itu, berhati-hatilah sebelum berbicara, karena ucapan yang telah meluncur sulit untuk ditarik kembali. Bak anak panah, bisa menyakiti hati orang lain.
Keempat, menjaga emosi.Perdebatan di media sosial tidak dapat dipungkiri suka memancing emosi. Saling serang dan saling bantah, sama-sama tidak mau kalah, sama-sama merasa benar, dan sama-sama mempertahankan ego masing-masing. rasanya sebuah aib dan malu kalau sampai kalah debat di media sosial. Akhirnya kalimat-kalimat yang meluncur tidak terkontrol. Diwarnai kata-kata kotor dan sarkastis.
Jika ditelaah menggunakan kepala dingin, debat di media sosial, ibarat dua orang petinju yang bertinju di dalam ring dan ditonton banyak orang. Ketika petinju aling balas pukulan, para penonton bersorak-sorai, semakin senang dengan jalannya pertandingan. Mending kalau bertinju, baik yang menang maupun yang kalah mendapatkan imbalan. Kalau debat di media sosial? tidak mendapatkan apa-apa, karena yang diperebutkan hanya pepesan kosong. Yang terjadi justru permusuhan, hilang pertemanan, diblokir, bahkan ada yang berujung ke aparat hukum.
Kelima, bijak menggunakan media sosial.Tahun 2013 Kemenkominfo mencatat pengguna internet di Indonesia sebagai 63 juta orang, dan 95 orang persennya menggunakan untuk mengakses media sosial (medsos). Hal itu membuktikan bahwa internet belum digunakan secara optimal, hanya digunakan untuk berselancar media sosial, walau memang di medsos juga banyak berseliweran berbagai informasi, dari mulai informasi yang dapat bermanfaat dan dipertanggung jawabkan, sampai informasi yang provokatif, “sampah”, dan hoax. Oleh karena itu, pengguna medsos harus cerdas dalam menyikapi setiap informasi yang dibaca. Apalagi ditengah kondisi perang opini di duniacyberyang semakin tajam.
Itulah lima pelajaran yang dapat diambil dari kasus Kultwit Gus Mus. Selalu ada hikmah dari sebuah peristiwa. Bukankah manusia, dengan pikiran dan hatinya adalah makhluk yang harus mengambil pelajaran?
Penulis, Pemerhati Masalah Sosial.
Oleh:
IDRIS APANDI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H