Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenal Kurikulum Pendidikan “Masagi” Kota Bandung

9 Agustus 2016   16:14 Diperbarui: 10 Agustus 2016   02:52 2986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Walikota Bandung Ridwan Kamil dikenal sebagai kepala daerah yang rajin melakukan inovasi pada berbagai bidang, diantaranya pada kurikulum pendidikan. Walaupun kurikulum pendidikan mengacu kepada kurikulum kepada aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah provinsi, tetapi kota Bandung ingin tampil beda sebagai bentuk ikhtar menuju terwujudnya visi Bandung Juara khususnya pada aspek pembangunan karakter sumber daya manusia (SDM), karena SDM merupakan faktor yang sangat penting dalam pembangunan.

Walikota Bandung meluncurkan Kurikulum Pendidikan “Masagi” yang meliputi empat hal, yaitu agama, bela negara, budaya sunda, dan cinta lingkungan. Implementasinya dapat diintegrasikan dalam kegiatan belajar, kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan lingkungan keluarga, dan di lingkungan masyarakat.

“Masagi” adalah filosofi sunda yang singkat-padat tetapi memiliki makna yang mendalam. ”Jelema masagi”(Natawisastra,1979:14, Hidayat, 2005:219) artinya orang yang memiliki banyak kemampuan dan tidak ada kekurangan. Masagi berasal dari kata pasagi (persegi) yang artinya menyerupai (bentuk) persegi.

“Masagi” kalau digambarkan dalam bentuk fisik mungkin menyerupai bentuk segi empat berbentuk kubus yang sama tiap sisinya, karena tiap sisinya padu tak ada yang kepanjangan atau kependekan maka bentuknya menjadi “masagi”. Dalam filosofi kehidupan yang sebenarnya orang yang berusaha “masagi” adalah seorang yang telah bisa menyatu padukan semua pengalaman serta ilmu pengetahuan yang pasti memiliki sisi yang berbeda beda yang telah dialaminya menjadi sebuah kesatu paduan-tidak lagi berpandangan terpecah-terkotak kotak-parsialistik.

Orang yang “masagi” selalu berupaya berfikir konstruktif dan berpandangan menyeluruh, dan sebaliknya seorang yang tidak berupaya untuk “masagi” adalah seseorang yang cara berfikir dan pandangnya masih terkotak kotak-parsialistik, masih belum bisa memadukan ilmu serta pengalamannya yang berbeda beda menjadi sebuah kesatupaduan, juga seorang yang cara pandangnya ganjil-monolistik, misalnya karena hanya fokus serta orientasi kepada dunia yang nampak mata-terbukti secara empirik dan melalui pengalaman dunia indera, sedangkan fakta menunjukkan adanya hal-hal yang tak nampak mata yang tak tertangkap oleh pengalaman dunia inderawi (Ujang ti Bandung, 02/04/2014)

Agama

Agama merupakan fondasi kehidupan manusia. Agama mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesamanya, dan hubungan manusia dengan alam atau makhluk lainnya. Agama mengajarkan kepada manusia untuk melakukan kebaikan dan melarang dari keburukan.

Agama mengajarkan kepada setiap pemeluknya untuk mengendalikan diri memiliki akhlak yang baik. Dengan demikian, melalui penguatan ajaran agama, warga Bandung diharapkan memiliki keimanan dan ketakwaan yang mantap, serta memiliki budi pekerti yang baik yang tercermin baik dalam kesalehan pribadi maupun kesalehan sosial.

Bela Negara

Pasal 30 Undang-undang 1945 menyatakan bahwa Bela negara adalah hak sekaligus kewajiban setiap warga negara. Bela negara merupakan cerminan warga negara yang memiliki nasionalisme, patriotisme, dan cinta tanah air. Sebagian ulama pun menyatakan bahwa cinta tanah air adalah sebagian daripada iman.

Implementasi bela negara tidak harus selalu dengan mengangkat senjata, tetapi disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Sebelum RI merdeka, para pejuang mengangkat senjata untuk merebut kemerdekaan dari tangan penjajah, tetapi setelah merdeka, bela negara diwujudkan dengan membangun negara sesuai dengan kemampuan masing-masing, menjaga kelestarian dan kebersihan lingkungan, menggunakan produk dalam negeri, menjaga keamanan dan ketertiban, dan sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun