Terharu membaca surat perpisahan yang disampaikan oleh Anies Baswedan sesaat setelah dicopot dari jabatannya sebagai Mendikbud. Jika disimpulkan, ada empat hal penting dari isi surat tersebut, antara lain; pertama, ucapan terima kasih kepada presiden Joko Widodo yang telah memberikannya kehormatan sebagai Mendikbud.
Kedua, agar guru-guru tetap semangat dalam mencerdaskan anak-anak bangsa walau berganti menteri. Ketiga, Anies pamitan setelah selesai menduduki jabatan Mendikud selama 20 bulan kepada seluruh guru, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan di Indonesia, dan keempat, memohon maaf jika selama mengemban amanah sebagai Mendikbud terdapat kehilafan.
Bagi Saya, surat itu sangat luar biasa. Pertama dalam sejarah ada menteri yang dicopot menulis surat yang ditujukan kepada masyarakat dan bangsa Indonesia, bukan kepada presiden sebagai atasannya. Surat ini menunjukkan sebuah tanggung jawab, sikap ksatria, legowo, dan kematangan emosional dari seorang pemimpin.
Secara manusiawi, siapapun orangnya pasti akan kecewa jika dicopot dari jabatan atau pekerjaanya, meski seorang pembantu rumah tangga atau buruh sekalipun, apalagi tidak jelas kesalahannya. Bahkan ada yang tidak menerima keputusan tersebut, dan akhirnya menjadi dendam kepada sang majikan.
Tapi tidak demikian bagi seorang Anies Baswedan, walau secara pribadi Beliau mungkin kecewa, tapi Beliau menerima keputusan tersebut dengan lapang dada. Kematangan emosi terpancar dari wajah dan surat yang ditulisnya. Dengan bahasa yang santun, Beliau menuliskan apa yang ada dalam pikirannya pada secarik surat.
Pepatah Sunda mengatakan “datang katingali tarang, mungkur katinggali punduk” yang artinya menyapa atau melapor ketika datang dan pamitan ketika akan pergi. Dan hal itu dilakukan oleh Anies Baswedan. Tangisan, kekecewaan, dan kesedihan bercampur mengiringi kepergian sang menteri dari Kemdikbud. Tapi Anies tetap tegar karena itu adalah sebuah episode hidup yang harus dilaluinya.
Ketika pamitan kepada semua staf di Kemdikbud, Anies tetap mencoba mengobarkan semangat para stafnya yang sedang bersemangat membantu mewujudkan visi dan program-programnya sebagai Mendikbud. Bak petir di siang bolong, para staf dan banyak guru dan tenaga kependidikan di Indonesia terkejut, pimpinan mereka harus lengser dan diganti dengan menteri baru.
Dalam hidup memang tidak ada yang abadi, termasuk jabatan. Ada kalanya seseorang beralih jabatan dalam waktu yang tidak lama karena dipromosikan atau dimutasi. Jabatan adalah titipan dan sang pemberi amanah. Kapan saja mau diambil, pihak yang dititipi harus bersedia menyerahkannya. Dan ini yang diyakini oleh Anies Baswedan.
Menteri-menteri lain yang terkenal reshuffle pun seperti Rizal Ramli dan Sudirman Said sebenarnya berpamitan melalui media sosial, tetapi tidak sedramatis Anies Baswedan. Surat perpisahan Anies Baswedan begitu cepat menjadi viral dan menyebar di media sosial.
Respon para netizen sangat luar biasa. Mereka banyak yang menyayangkan keputusan presiden Jokowi mencopot Anies Baswedan dari jabatannya sebagai Mendikbud karena dinilai sudah melakukan hal yang tepat untuk menata, membangun, dan meningkatkan mutu pendidikan, di antaranya dengan menghentikan sementara kurikulum 2013 sampai benar-benar siap diimplementasikan, menumbuhkan budi pekerti, membangun Kemdikbud yang berintegritas, Gerakan Literasi Sekolah (GLS), Ujian Nasional tidak lagi menjadi syarat kelulusan, guru pembelajar, pembenahan mekanisme sertifikasi guru, sekolah aman, MOPD tanpa kekerasan, gerakan mengantar anak ke sekolah, dan sebagainya.
Jika langkah yang dilakukannya belum sepenuhnya membuahkan hasil, hal tersebut wajar karena baru setengah jalan dari kabinet kerja, tapi presiden Jokowi memiliki pertimbangan lain, memiliki hak prerogatif untuk memutuskan akan melanjutkan tugas para pembantunya atau menghentikannya dengan yang lain.