Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Shalat dan Filosofi Nomor HP

1 Juli 2016   11:15 Diperbarui: 1 Juli 2016   11:36 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernahkah Anda suatu saat mengirim SMS atau menelepon tetapi nomor yang dituju salah atau nomornya kurang? Apakah anda pernah mengalami ketika Anda sedang berbicara via HP dengan seseorang tetapi tiba-tiba terputus karena sinyalnya lemah? Apa reaksi Anda? Untuk kasus salah sambung, tentunya Anda akan meminta maaf kepada orang yang menjadi korban salah sambung Anda. Untuk kasus nomor HP yang salah atau kurang  lengkap, Anda tentunya akan mengecek kembali nomor HP tersebut supaya dapat terhubung dengan orang yang dituju.

Berkaca kepada hal tersebut di atas, pelajaran yang dapat diambil adalah ketika kita ingin menghubungi seseorang melalui HP, maka nomor HP menjadi hal yang sangat penting. Nomor yang dituju harus lengkap dan tepat. Alangkah senangnya jika pemilik nomor HP yang dituju mengangkat menerima telepon jita dan memberikan respon atau jawaban.

Begitu pun dengan shalat. Shalat adalah sarana  komunikasi antara manusia dengan Sang Khaliq. Dalam sehari semalam, umat Islam wajib melaksanakan shalat lima waktu, mulai dari subuh, duhur, ashar, maghrib, dan isya. Jika jumlah rakaatnya diakumulasikan, seluruhnya berjumlah 17 rakaat, yang terdiri dari 2 rakaat shalat subuh, 4 rakaat shalat duhur, 4 rakaat shalat ashar, 3 rakaat shalat maghrib, dan 4 rakaat shalat isya.

Jika diibaratkan nomor HP, maka seluruh rakaat shalat tersebut adalah sebuah kesatuan. Artinya, jika ada satu waktu shalat saja yang terlewat, maka seorang hamba sulit atau tidak dapat berkomunikasi dengan-Nya. Logikanya, bagaimana Allah  mau mendengar do’a hamba-Nya, jika shalatnya masing bolong-bolong?

Bacaan shalat pada hakikatnya adalah do’a. Dengan demikian, ketika seorang muslim membaca bacaan shalat, pada hakikatnya, dia sedang berdo’a. Allah memerintahkan umatnya agar sering berdo’a pada-Nya, dan berjanji akan mengabulkan do’a seorang hamba sesuai dengan kebutuhannya, bukan sesuai dengan keinginannya karena sesuatu yang baik dalam pandangan manusia belum tentu baik di hadapan-Nya, dan sebaliknya, sesuatu yang buruk dalam pandangan manusia, belum tentu buruk di hadapan-Nya. Manusia hanya ditugaskan untuk berdo’a dan berikhtiar, dan hasilnya sepenuhnya diserahkan kepada Allah SWT.

Barangsiapa yang ingin do’anya didengar dan dikabulkan, maka tingkatkan kualitas shalatnya. Barang siapa yang ingin menjadi kekasih Allah, maka harus sering-seringlah berdo’a pada-Nya dengan penuh harap dan tawadhu. Kadang manusia suka tidak serius, di satu sisi ingin menjadi kekasih Allah, tetapi jarang sekali berkomunikasi dengan-Nya, atau kalau pun berkomunikasi kita buru-buru melakukannya, tidak tumakninah.

Padahal ibarat kekasih yang saling merindukan, mereka berkomunikasi dengan romantis, dan menghabiskan waktu bisa berlama-lama. Tapi ketika kita shalat, lima menit pun kadang terasa lama, berdo’a dengan tergesa-gesa, bahkan lupa berdo’a sama sekali karena dalam pikiran kita ada pekerjaan yang harus diselesaikan atau rapat yang harus dihadiri.  Dan kita pun segera keluar dari mesjid dengan terbirit-birit. Idealnya, ketika shalat, kita melepaskan diri dari urusan duniawi dan fokus kepada urusan akhirat, tapi ada kalanya ketika shalat pun tidak khusyu, pikiran kita melayang kepada pekerjaan atau masalah yang sedang dihadapi. Bahkan barang yang lupa menyimpan pun, ketika shalat mendadak menjadi ingat.

Shalat khusyu memang bukan hal mudah untuk dilakukan. Walau demikian, bukan berarti tidak bisa dilakukan, dengan catatan harus terus berlatih dan dibiasakan. Di toko-toko buku dan internet sudah banyak disampaikan trik-trik shalat khusyu, dalam berbagai pengajian pun para ustadz menyampaikannya, tapi yang paling utama adalah kepada diri masing-masing bagaimana bisa fokus terhadap shalat yang dilakukannya. Menjadikan shalat sebagai kebutuhan, sebagai sarana berkomuniaksi, curhat, memohon pada-Nya, bukan hanya sebatas melaksanakan kewajiban.

Ketika do’a kita belum dikabulkan oleh Allah, ketika hidup kta sulit, ketika kita memiliki banyak masalah, mari kita melakukan instrospeksi diri sudah sejauh mana kualitas shalat yang kita lakukan? Apakah kita merasa gundah ketika shalat kita bolong-bolong seperti kita gundah karena nomor HP yang kita hubungi salah, tidak lengkap, atau sang pemilik HP tidak mengangkat telepon kita padahal saat itu urgentdan kita sangat perlu untuk menghubunginya? Mari jadikan momentum bulan ramadhan ini sebagai sarana untuk lebih meningkatkan komunikasi kita kepada Allah melalui shalat yang kita lakukan.

Bandung, 26 Ramadhan 1437 H/1 Juli 2016.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun