Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

(Jangan Jadi) Orang Tua yang Gagal

17 Mei 2016   12:59 Diperbarui: 17 Mei 2016   13:11 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi : //dakwahmakassar.files.wordpress.com/

Dalam batinnya, dia merasa telah menjadi orang tua yang gagal. Gagal mendidik anak-anaknya. Dia terlalu menyerahkan pendidikan anak-anaknya kepada sekolah, sementara dia sibuk dengan karirnya. Anak-anaknya berhasil meraih titel sarjana, menjelma menjadi anak-anak yang pintar secara, tapi angkuh, ambisius, dan kurang peduli terhadap orang lain, termasuk kepada orang tuanya sendiri.

Karakter yang dimiliki oleh anak-anaknya mungkin mewakili kurikulum lembaga pendidikan yang lebih berorientasi kepada penguasaan aspek kognitif, dan kurang memperhatikan penanaman sikap dan budi pekerti yang baik. Belum lagi, pendidikan yang hanya berorientasi kepada gelar dan ijazah telah merusak hakikat pendidikan untuk “memanusiakan manusia.” Lembaga pendidikan ibarat pabrik manusia dan hanya menjadi “penjual” ijazah saja.

Cerita di atas hanya sebuah cerita fiksi yang mungkin saja realitanya terjadi di tengah-tengah masyarakat kita. Banyak orang tua yang berambisi membangun karirnya, menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah-sekolah terbaik, sementara dia sendiri mengabaikan perannya sebagai orang tua dan pendidik bagi anak-anaknya. Anak-anaknya lebih dekat dengan pembantu rumah tangga dan pengasuh daripada dirinya sendiri. Banyak orang tua yang lebih sibuk memantau perusahaannya daripada memantau kondisi anak-anaknya, sehingga dia terkejut ketika mengetahui anak anaknya terlibat tawuran, menjadi pengguna pengguna narkoba, atau terlibat seks bebas.

Ada sebuah kisah, pada buku harian seorang anak yang mati muda karena narkoba, ditemukan cerita bahwa dia merasa marah dan kecewa pada orang tuanya karena merasa kurang diperhatikan. Dalam tulisannya tersebut, dia mengatakan bahwa dia mendapatkan uang dan harta dari orang tuanya, dari tidak mendapatkan kasih sayang. Bukan hanya uang dan harta yang dibutuhkan oleh sang anak, tetapi juga perhatian dan kasih sayang orang tua. Dia mengaku sangat dekat dengan pengasuhnya daripada orang tuanya.

Banyak orang tua yang jauh-jauh hari menyiapkan harta yang banyak untuk diwariskan kepada anak-anaknya, karena tidak mau anak-anaknya sengsara di kemudian hari, tapi kadang lupa menyiapkan mental dan akhlak anak-anaknya menjadi orang-orang yang disamping cerdas secara intelektual, juga cerdas secara spiritual dan sosial. Mari kita berdo’a kepada Allah SWT semoga kita menjadi orang tua yang berhasil mendidik anak-anak kita. Aamiin yra...

Penulis, Widyaiswara LPMP Jawa Barat, Orang Tua yang Masih Belajar Menjadi Orang Tua yang Baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun