Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajarlah kepada Anak-anak: Bersahabat, Berkonflik, dan Berdamai

11 April 2016   10:21 Diperbarui: 11 April 2016   10:43 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Masa kanak-kanak adalah masa bermain dan berlajar. (Ilustrasi : http://stat.ks.kidsklik.com/)"][/caption]Oleh:

IDRIS APANDI

Pagi itu, di halaman rumah Saya terdengar suara dua orang anak saling bersahutan dengan nada keras, seperti memperebutkan sesuatu, dan kemudian terdengar ada yang menangis. Lalu Saya pun keluar rumah, dan ternyata anak Saya dengan anak adik ipar Saya bertengkar hingga sama-sama menangis. Saya dan adik ipar Saya pun memisahkan dan membawa anak-anak kami ke rumah masing-masing yang kebetulan berdekatan.

Anak Saya meronta-ronta ketika Saya memegang tangannya dan mengajaknya masuk rumah. Ekspresi emosi dan kemarahan pada saudaranya masih terlihat pada raut mukanya. Tapi sambil menasehatinya, dan sedikit menarik tangannya, Saya akhirnya dapat membawa masuk anak Saya ke dalam rumah. Begitu pun anak adik ipar Saya masih terdengar menangis dan berteriak-teriak di dalam rumahnya.

Pertengkaran mereka sebenarnya sudah sering terjadi, berulang dan berulang, sehingga dianggap sebagai hal yang biasa. Pertengkaran mereka biasanya dipicu ketika bermain kelereng, bermain bola, bermain PS, main sepeda, dan lain-lain. Mereka awalnya akur, bermain dengan riang gembira, lalu mulai terdengar suara-suara keras saling bersahutan, selanjutnya bertengkar, dan biasanya ada yang menangis.

Ya.... namanya juga anak-anak. Pertengkaran mereka jangan dianggap terlalu serius. Ketika anak-anak bertengkar, maka tugas orang tua adalah meredam dan mendamaikannya. Kita pun orang dewasa, pernah merasakan dunia anak-anak, dan merasakan dunia bermain. Mungkin kita pun pernah bertengkar dengan teman, mengerjai atau berbuat iseng terhadap teman kita. Itu adalah kenangan yang tidak mungkin terlupakan. Kita pun suatu saat mungkin pernah menceritakan kenangan tersebut kepada anak-anak kita.

Dunia anak adalah dunia bermain, dunia untuk melatih bersosialisasi, berkomunikasi, berinteraksi dengan teman sebayanya. Oleh karena itu, bermain merupakan aktivitas yang baik dalam membentuk karakter anak. Tugas orang tua ketika anak-anaknya bermain adalah membimbing, mengarahkan, dan mengawasi, serta menjadi penengah ketika terjadi konflik antara anak kita dengan temannya. Oleh karena itu, orang tua tidak perlu melarang anaknya bermain, tetapi justru harus memberikan ruang kepada anaknya untuk bermain. “Nak... bermain lah seperti dulu mamah dan papah bermain.” Itulah kurang lebih kalimat yang disampaikan orang tua kepada anaknya.

Anak rumahan atau anak yang karang bergaul kadang disebut anak mamah, anak papah, atau anak rumahan. Mereka jarang bergaul, bersosialisasi, berinteraksi dengan sesamanya. Akibatnya, bukan tidak mungkin mereka menjadi a-sosial, minder, kurang memiliki kepercayaan diri, atau sebaliknya menjadi pribadi yang angkuh.

Coba kita perhatikan, ketika anak-anak bertengkar, beberapa saat kemudian, anak-anak tersebut sudah berdamai dan bermain lagi. Seolah-olah tidak ada masalah sebelumnya. Mereka cepat bertengkar, tapi cepat juga berdamai, kalau dalam istilah sunda disebut sebagai pacantel yang artinya berdamai atau rekonsiliasi.

Bagaimana dengan orang dewasa? Orang dewasa kalau bertengkar, dampaknya bisa bertahun-tahun tidak berdamai dan tidak bertutur sapa, sulit sekali untuk berdamai. Hal ini disebabkan karena orang dewasa punya ego yang tinggi.  Merasa gengsi, malu, atau terhina ketika harus meminta maaf atau menginisiasi perdamaian. Kalau pun ingin ada perdamaian, kadang banyak syarat ini dan itu, dan kadang perdamaian muncul hanya bersifat formalitas, hanya di atas permukaan, tidak disertai dengan itikad baik dan hati yang bersih. Akibatnya perdamaian yang terjadi adalah perdamaian yang semu, perdamaian yang di warnai dengan basa-basi.

 Konflik antar dewasa yang berlangsung bertahun-tahun kadang menjadi konflik turunan atau konflik warisan, sehingga menyebabkan komunikasi yang kurang baik, perang dingin, atau menjadi api dalam sekam, atau menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu bisa meledak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun