Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penegakan Disiplin Siswa, Dulu dan Kini

4 Maret 2016   06:57 Diperbarui: 4 Maret 2016   07:26 740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Pemberian hukuman pelanggaran disiplin terhadap siswa harus bersifat mendidik dan sesuai dengan aturan yang berlaku (Gambar : http://1.bp.blogspot.com/)"][/caption]Oleh:

IDRIS APANDI

 

Suatu waktu, Saya berbincang-bincang dengan salah seorang  tamu pada sebuah pertemuan. Setelah kami berkenalan, kami asyik berdiskusi seputar dunia pendidikan. Dalam pembicaraan tersebut, dia menceritakan tentang kenakalannya pada saat masih sekolah. Dia mengatakan bahwa dia pernah beberapa bulan bolos sekolah, suka iseng sama teman, pernah mengancam guru untuk meluluskannya, dan sebagainya.

Akibat kenakalannya tersebut, dulu dia sering mendapatkan hukuman dari guru, khususnya dalam bentuk hukuman fisik seperti ditampar, dijewer, dicubit, atau di suruh push up. Walau demikian, dia tidak dendam terhadap gurunya. Dia tetap menghormati gurunya. Dia pun tidak berani lapor terhadap orang tuanya, karena kalau dia lapor, justru dia yang dimarahi oleh orang tuanya.

Pria yang mengaku dua tahun lagi pensiun ini mengatakan bahwa orang tua zaman dulu menyerahkan sepenuhnya urusan pendidikan anaknya di sekolah kepada guru. Sosok guru begitu dipercaya oleh orang tua, jika anaknya dihukum oleh guru, berarti anaknya tersebut nakal sehingga wajar dihukum oleh guru.

Bagaimana dengan zaman sekarang? Dia mengatakan bahwa saat ini karakter siswa sudah banyak berubah. Urusan kenakalan siswa, memang sejak zaman dulu sudah ada, tetapi saat ini, guru cenderung ragu bahkan takut untuk menghukum siswa yang nakal karena takut diadukan melanggar HAM atau melanggar perlindungan anak. Sudah banyak kasus, guru dilaporkan kepada aparat berwajib oleh orang tua atau LSM atas tuduhan melakukan tindakan kekerasan terhadap siswa sehingga termasuk kategori pelanggaran hak anak.

Wibawa guru di depan siswa pun cenderung semakin menurun. Guru bukan lagi sosok yang begitu ditakuti atau berwibawa di hadapan siswa-siswanya, justru saat ini ada siswa yang berani melawan guru. Beberapa waktu yang lalu, di Magelang, polisi mengamankan puluhan siswa SMK yang akan mengeroyok seorang guru BK di sekolah mereka. Hal ini dilatarbelakangi oleh larangan guru BK tersebut agar siswa-siswanya tidak tawuran. Bukannya sadar sudah diingatkan, mereka justru balik ingin mengeroyok sang sang guru.

Guru zaman dahulu begitu berwibawa di hadapan siswa karena mungkin benar-benar menjadi teladan, sehingga siswa pun malu dan segan jika melawan kepada guru, sementara zaman sekarang, tidak dapat dipungkiri, ada oknum guru yang melakukan tindakan kekerasan atau tindakan asusila sehingga citra guru menurun.

Dia menilai siswa-siswa sekarang pun relatif cengeng, karena dihukum sedikit saja atas pelanggaran disiplin yang dilakukannya, ngambek, lapor kepada orang tuanya, dan parahnya lagi, sang orang tua kadang percaya begitu saja kepada laporan sang anak. Tanpa melakukan klarifikasi kepada sekolah atau guru, orang tua kadang langsung marah-marah kepada kepada guru, bahkan ada main hakim sendiri terhadap guru.

Zaman dahulu memang berbeda dengan zaman sekarang. Zaman dahulu, guru bisa seenaknya menghukum siswanya yang melanggar disiplin, tetapi zaman sekarang, seiring dengan perkembangan informasi, peningkatan kesadaran dan kampanye terhadap HAM dan hak-hak anak, serta lahirnya undang-undang yang mengatur tentang HAM dan perlindungan anak, maka tentunya pola penegakkan disiplin terhadap siswa harus semakin hati-hati supaya tidak melanggar undang-undang perlindungan anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun