[caption caption="Pemimpin harus memiliki empati terhadap penderitaan rakyatnya. (Gambar : https://shellyashahab.files.wordpress.com/2014/05/start-empathy.jpg)"][/caption]Oleh: IDRIS APANDI
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani saat ini menjadi bulan-bulan netizen berkaitan dengan pernyataannya yang menyebar di sejumlah media, dimana Puan meminta agar orang miskin tidak banyak makan. Pernyataan Puan Maharani mungkin adalah sebuah gurauan, tetapi oleh media hal ini bisa saja pernyataannya dipelintir dan mengundang reaksi keras netizen.
Para netizen ramai-ramai menghakimi bahkan mem-bully menteri Puan Maharani sebagai menteri yang tidak empati dan tidak sensitif terhadap penderitaan rakyat miskin. “Tidak perlu disuruh diet dan tidak banyak makan, rakyat miskin sudah banyak yang makan cuma satu kali sehari.” celoteh seorang warga menanggapi pernyataan Puan tersebut.
Sampai saat ini memang belum ada klarifikasi atau bantahan dari Puan Maharani berkaitan dengan pernyataannya tersebut, atau mungkin dibiarkan saja, karena biasanya berita tersebut akan hilang seiring waktu. Bagi media, berlaku peribahasa “bad news is good news” atau berita buruk adalah sebuah berita baik, dimana sebuah berita yang kontroversial, skandal akan mengundang banyak perhatian dan kepenasaranan publik, dan tentunya hal tersebut akan menaikkan oplah atau rating mereka. Dan, dalam konteks politik, keseleo lidah seorang pejabat akan menjadi sasaran empuk bagi lawan politiknya untuk menyerangnya.
Tulisan ini tidak akan ikut-ikutan menghakimi apalagi ikutan mem-bully menteri Puan Maharani, tetapi saya ingin melihatnya dari perspektif yang berbeda, yaitu dari perspektif kepemimpinan. Seorang pemimpin adalah sosok yang bertanggung jawab untuk mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Pemimpin adalah sosok yang dipercaya mampu mengemban amanah rakyat.
Pemimpin, dipundaknya-lah harapan rakyat digantungkan. Tidak semua orang mendapat kesempatan atau dipercaya menjadi pemimpin. Oleh karena itu, ketika mendapatkan kepercayaan tersebut, maka harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh, karena seorang pemimpin akan diminta pertanggungjawaban baik di dunia maupun akhirat. Pemimpin yang dicintai adalah pemimpin yang jujur, amanah, dan mampu mewujudkan harapan dan keinginan rakyatnya. Jika demikian, maka pemimpin tersebut akan dikenang dan akan ditulis dalam sejarah dengan tinta emas.
Pemimpin adalah seorang figur publik, apa yang diucapkan dan dilakukan akan menjadi perhatian dan sorotan publik. Sedikit saja melakukan kesalahan, maka akan ramai-ramai menjadi perhatian dan sorotan publik. Walau demikian, pemimpin bukan berarti harus menjaga jarak dengan rakyatya, tetapi harus berbaur bersama rakyatnya.
Salah satu karakter yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah empati. Empati adalah kemampuan dengan berbagai definisi yang berbeda yang mencakup spektrum yang luas, berkisar pada orang lain yang menciptakan keinginan untuk menolong sesama, mengalami emosi yang serupa dengan emosi orang lain, mengetahui apa yang orang lain rasakan dan pikirkan, mengaburkan garis antara diri dan orang lain. Empati termasuk kemampuan untuk merasakan keadaan emosional orang lain, merasa simpatik dan mencoba menyelesaikan masalah, dan mengambil perspektif orang lain. (Sumber : Wikipedia).
Berdasarkan kepada hal tersebut, maka seorang pemimpin harus peka dan empati terhadap kesulitan atau penderitaan rakyatnya. Tidak menjadikannya sebagai bahan gurauan atau candaan, karena kadang-kadang gurauan atau candaan yang disampaikan pada saat yang kurang tepat akan membuat pihak yang sedang susah atau sedih menjadi tersinggung bahkan sakit hati.
Ketika rakyatnya sedih atau susah, maka pemimpin harus mampu menghibur, menenangkan dan memberikan keyakinan kepada rakyatnya untuk tetap optimis bahwa suatu saat jalan keluar akan ditemukan dan kebahagiaan akan diraih. Dalam kondisi yang sulit, pemimpin harus mampu menjadi sosok yang tegar dan berdiri pada garis terdepan bersama dengan rakyatnya menghadapi kesulitan tersebut.