Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tujuh Peran Sekolah dalam Menangkal Aliran Sesat dan Radikalisme

17 Januari 2016   13:09 Diperbarui: 17 Januari 2016   13:12 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Sekolah memiliki peran penting dalam menangkal bahaya aliran sesat dan radijalisme. (Gambar : http://www.piyunganonline.org/sites/default/files/field/image/radikalisme_0.jpg)"][/caption]Dalam dua pekan terakhir, Indonesia kembali dikejutkan oleh dua kasus yang cukup mendapatkan sorotan dari media dan masyarakat, yaitu kasus ajaran sesat Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara) dan Bom Sarinah (14/01/2016) yang disinyalir dilakukan oleh ISIS.

Sejak berdiri tahun 2012, Gafatar telah banyak merekrut pengikut. Dengan berkedok kegiatan sosial, mereka mencari simpati masyarakat dan akhirnya mau bergabung dengan Gafatar. Dan ketika telah bergabung, maka dilakukan lah proses “cuci otak” terhadap para pengikutnya. Gafatar melarang para pengikutnya untuk shalat, puasa, dan harus membuka hijab bagi perempuan. Selain itu, aliran ini juga disinyalir mencampuradukkan ajaran agama Islam, Nasrani, dan Yahudi, serta mengganti nama Allah dengan sebutan “Tuan”.

Aliran Gafatar banyak mengincar kalangan muda, berpendidikan, tetapi pengetahuan dan pemahaman agamanya masih rendah atau goyah, sehingga mudah untuk dipengaruhi. Pihak yang merekrut anak-anak muda untuk dijadikan teroris, mengiming-imingi dengan ajakan berjihad di jalan Allah, menegakkan syariat Islam, mendirikan negara Islam, dan janji akan masuk surga. Oleh karena itu, para anak muda tersebut bersedia menjadi “pengantin” dan melakukan aksi bom bunuh diri.

Jika diperhatikan, aliran sesat dan radikalisme tumbuh subur di sekolah dan kampus. Mereka menyusup ke dalam organisasi siswa atau organisasi kemahasiswaan. Bahkan bukan hanya di sekolah dan kampus, pesantren-pesantren tertentu pun disinyalir menjadi tempat menyemai bibit radikalisme.

Anak-anak muda yang tengah mencari jati diri, memiliki semangat tinggi untuk belajar agama, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sementara mereka kurang mendapatkan informasi yang benar, bahkan salah kaprah, dan menyesatkan. Anak muda yang pada umumnya sudah akrab dan mahir menggunakan gadget dengan mudah mencari informasi keagamaan melalui gadget yang dipegangnya. Di internet, bertebaran situs-situs yang berdasarkan identifikasi dan Kemenkominfo dan aparat kepolisian termasuk situs yang menyebarkan aliran sesat, radikalisme, bahkan mengajak makar kepada pemerintah yang sah, mengganti Pancasila sebagai ideologi yang menjadi kesepakatan final para pendiri bangsa. Di beberapa daerah, organisasi semacam Gafatar telah dinyatakan sesat dan dilarang.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, perlu kesiapsiagaan pihak sekolah untuk mengantisipasi masuk dan berkembangnya aliran sesat dan radikalisme. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain, pertama, melakukan sosialisasi melalui poster, spanduk, famflet, atau media lainnya tentang bahaya aliran sesat dan radikalisme.

Kedua, sosialisasi pada saat upacara bendera hari senin. Ketiga, melibatkan seluruh guru dan staf sebagai corong sosialisasi anti aliran sesat dan radikalisme, bukan hanya diserahkan pada guru pendidikan agama dan PPKn. Keempat, integrasi pada kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler, seperti pramuka, paskibra, dan sebagainya.

Kelima, membimbing sekaligus membina kegiatan keagamaan seperti Rohis (Rohani Islam), jangan sampai susupi paham-paham atau aliran sesat atau radikal. Keenam, bekerja sama dengan orang tua, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan aparat TNI/Polri dalam menyosialiasikan bahaya aliran sesat dan radikalisme. Ketujuh, mengembangkan sikap toleransi dan saling menghargai antarwarga sekolah dalam rangka membangun kemajemukan dalam kerangka NKRI.

Para penyebar aliran sesat dan radikalisme biasanya mendekati siswa-siswa yang aktif berorganisasi baik di sekolah maupun di luar sekolah. Mereka “dicuci otak” dan dibaiat supaya setia dan patuh kepada ajarannya. Pada banyak kasus, karakter seorang siswa atau anak yang telah terpengaruh oleh aliran sesat atau radikalisme berubah. Mereka lebih menjaga jarak dengan anggota keluarganya, cenderung pendiam, lebih banyak aktif di luar rumah, bahkan berani meninggalkan rumah.

Kuatnya doktrin yang ditanamkan kepada mereka, membuat mereka tidak segan untuk mengafirkan orang tua dan anggota keluarga yang berbeda dengan pahamnya, bahkan rela mencuri atau merampok untuk mengumpulkan biaya berjihad. Mereka pun berkewajiban untuk merekrut anggota baru.

Dalam mengantisipasi bahaya aliran sesat dan radikalisme, sekolah tidak dapat bergerak sendiri. Sekolah perlu bekerja sama dengan berbagai pihak terkait, selain karena sekolah memiliki keterbatasan kemampuan, juga sebagai bentuk sinergitas antar berbagai pihak dalam membentengi generasi muda dari bahaya aliran sesat dan radikalisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun