Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Puasa Implementatif

18 Juni 2015   08:23 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:44 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 Saat ini umat Islam seluruh  dunia sedang menunaikan ibadah puasa. Allah SWT mewajibkan umat Islam berpuasa di bulan Ramadhan dengan tujuan untuk membentuk manusia menjadi hamba Allah yang bertaqwa. Jalan untuk mencapai insan yang bertaqwa tersebut tentunya harus ditempuh melalui perjuangan berupa menahan hawa nafsu, sabar, memperbanyak ibadah, memperbanyak sedekah, tidak berbuat kerusakan dan perbuatan tercela, dan sebagainya. Dimensi dari ketaqwaan bukan hanya tercermin dari intensitas dalam ibadah ritual tetapi juga tercermin dari akhlak yang baik (akhlaqul karimah) dalam membina hubungan dengan sesama dan lingkungannya.

Kita tentu setuju bahwa banyak sekali hikmah yang dapat diambil dari ibadah puasa, baik dari sisi peningkatan keimanan dan ketakwaan (spiritual/hablumminallah), pengembangan kepribadian (psikologis), pengembangan hubungan antarmanusia (hablumminannas), dan dari sisi kesehatan. Dari sisi spiritual, dengan berpuasa kita dapat meningkatkan kualitas dan kuanititas ibadah ritual pada Allah dengan cara menjaga kualitas puasa, memperbanyak shalat, berdo’a, berdzikir, membaca (tadarrus) Al-Qur’an, beristighfar meminta ampunan pada Allah, dan beri’tikaf di masjid.

Dari sisi pengembangan kepribadian, puasa melatih kita menjadi orang yang sabar, disiplin, komitmen terhadap waktu, mampu mengendalikan hawa nafsu, memiliki kepekaan sosial, memiliki jiwa pemaaf, tidak berlebih-lebihan, mawas diri, dan sebagainya. Dari sisi pengembangan hubungan antar manusia, puasa membentuk kita menjadi orang yang peduli dan mau merasakan penderitaan orang lain. Misalnya, kita merasakan bagaimana tidak enaknya haus dan lapar.

Kita haus dan lapar bukan karena tidak punya makanan dan minuman tetapi karena melaksanakan kewajiban. Kita menahan lapar dan haus hanya dalam hitungan jam setelah subuh sampai waktu buka puasa tiba. Karena setelah itu, makanan dan minuman sudah tersedia dan siap untuk disantap. Bagaimana dengan saudara-saudara kita yang bernasib kurang beruntung? Mereka lapar adalah benar-benar lapar karena tidak memiliki makanan dan minuman, tidak memiliki tempat untuk berteduh dari terik panas matahari dan guyuran hujan. Mereka telah terbiasa dengan perut kosong dan makan dengan makanan seadanya. Di akhir ramadhan, kita diwajibkan mengeluarkan zakat fitrah untuk menyempurnakan puasa dan membersihkan diri kita. Dari kedua hal tersebut, kita dapat mengasah solidaritas sosial untuk mau berbagi rezeki dan kebahagiaan dengan sesama. Rasulullah SAW bersabda “Barang siapa melepaskan seorang mukmin dari kesusahan hidup di dunia, niscaya Alloh akan melepaskan darinya kesusahan di hari kiamat, barang siapa memudahkan urusan (mukmin) yang sulit niscaya Alloh akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat....”. (HR Muslim).

Melalui kegiatan shalat fardhu dan shalat tarawih berjamaah, serta kegiatan pengajian, para tetangga dapat menjalin silaturahmi. Di hari-hari biasa, mereka mungkin terlena dengan kesibukan masing-masing dan jarang silaturahmi, tetapi dengan hikmah puasa ramadhan, mereka dapat berkumpul, saling menyapa, dan merekatkan kembali tali silaturahmi yang sempat renggang.

Dari sisi kesehatan, puasa ternyata menyehatkan. Rasulullah SAW bersabda “Berpuasalah, niscaya puasa itu menyehatkan”. Berdasarkan hasil penelitian, ada dua peristiwa yang terjadi pada tubuh ketika orang berpuasa.  Pertama, rekonstruksi sel-sel tubuh.  Zat asam amino membentuk infra struktur sel-sel tubuh. Pada saat berpuasa, asam-asam yang baru terbentuk dari makanan ini berkumpul dengan asam-asam hasil proses pencernaan. Pada saat puasa, pembentukan sel-sel dilakukan kembali setelah proses-proses pencernaan, kemudian didistribusikan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sel-sel tubuh. Dengan demikian, terbentuklah gugus-gugus baru untuk sel-sel, yang merenovasi strukturnya dan meningkatkan kemampuan fungsionalnya, sehingga menghasilkan kesehatan, pertumbuhan, dan kenyamanan bagi tubuh manusia.

Kedua, detoksifikasi (pembersihan racun). Pada saat berpuasa, lemak-lemak yang disimpan dalam tubuh dalam jumlah besar dipindahkan ke hati sehingga dioksidasi dan dimanfaatkan oleh hati, dari proses ini dikeluarkanlah racun-racun yang meleleh di dalamnya, kandungan racunnya dimusnahkan, kemudian dibersihkan bersama kotoran-kotoran tubuh.  Pada saat puasa, aktivitas sel-sel ini berada di puncak kemampuannya untuk melaksanakan fungsi-fungsinya, maka ia memakan bakteri yang sebelumnya telah diserang oleh antibodi secara serentak.

Dr. Mack Fadon, salah seorang pakar pengobatan internasional yang memiliki perhatian pada penelitian tentang puasa dan pengaruhnya, berkata, “Setiap orang perlu berpuasa, sekali-pun ia tidak sakit, karena racun-racun makanan dan obat-obatan berkumpul di dalam tubuh sehingga memberatkannya dan menjadikannya seperti orang sakit, sehingga badannya menjadi kurang fit. Jika seseorang berpuasa, maka ia terbebas dari beban-beban racun-racun ini dan merasakan dirinya lebih fit dan kuat, yang mungkin tidak dirasakannya sebelumnya.”

Alhamdulillah, seiring dengan pelaksanaan ibadah puasa, kegiatan keagamaan lain pun ikut hingar bingar. Masjid yang tadinya sepi, sekarang menjadi ramai oleh yang shalat dan mengaji. Al-Qur’an yang (mungkin) lebih banyak dijadikan hiasan, sekarang lebih banyak dibaca. Orang-orang yang tadinya malas belajar ilmu agama, sekarang antusias belajar ilmu agama melalui buku, internet, media massa, ceramah subuh, maupun diskusi-diskusi keagamaan. Itulah sekelumit hikmah, keutamaan, dan keagungan bulan suci ramadhan. Bulan ramadhan mampu mengembalikan manusia terhadap jati diri dan hakikat hidupnya di dunia, yaitu untuk mengabdi pada Sang Khaliq, tidak terlena dengan kesibukan dunia yang sementara dan kadang menipu.

Puasa merupakan sarana latihan (riyadhoh) bagi seorang muslim untuk membentuk dirinya menjadi insan kamil. Alangkah indahnya jika hasil gemblengan selama bulan ramadhan dapat diimplementasikan (diterapkan) pada sebelas bulan berikutnya. Kita rajin shalat, ngaji, membaca shalawat pada Nabi Muhammad SAW, bersedekah bukan hanya pada saat bulan ramadhan saja, tetapi pada bulan-bulan selain ramadhan pun kita istiqomah melakukan kegiatan-kegiatan serupa. 

Dengan demikian, ibadah puasa yang kita lakukan tersebut ada “bekasnya” dalam artian dapat merubah diri kita menjadi lebih baik menuju insan yang bertakwa sehingga Ramadhan yang suci dan agung tersebut tidak berlalu saja sebagai suatu aktivitas ritual semata yang sepi akan makna. Jadi, mari kita manfaatkan bulan Ramadhan ini dengan sebaik-baiknya karena tidak ada jaminan tahun depan kita masih diberi kesempatan untuk merasakan kembali bulan ramadhan. Dan kita berdo’a pada Allah semoga pascaramadhan, nilai-nilai  puasa tersebut dapat kita implementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Mari kita bersama-sama meraih pahala dan maghfirah Allah pada bulan Ramadhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun