Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menelaah Bahasa Kampanye Caleg

21 Maret 2014   17:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:39 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saat ini adalah masa kampanye Pemilihan Legislatif (Pileg) 2014. Kampanye terbuka berlangsung dari tanggal 16 Maret sampai dengan 5 April 2014. Para calon anggota legislatif (caleg) DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, dan DPR-RI serta calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) melakukan berbagai upaya untuk menarik simpati massa. Cara yang sudah lazim dilakukan adalah membuat alat peraga kampanye stiker, baligo, spanduk, kaos, topi, kalender, asesoris, dan pernak-pernik lainnya. Mereka juga memanfaatkan jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter sebagai sarana kampanye. Bagi caleg yang berkantong tebal, mereka memasang iklan di media massa cetak, elektronik dan online. Untuk mengintensifkan kampanye, para caleg membentuk tim sukses dan mendirikan posko-posko.

Pada masa kampanye, persaingan bukan hanya terjadi pada caleg beda partai, tetapi juga caleg dalam satu partai. Pemilu dengan sistem proporsional terbuka menjadikan semua caleg memiliki peluang yang sama. Tidak ada istilah caleg jadi. Nomor urut caleg kurang memiliki relevansi dengan peluang duduk di lembaga legislatif. Oleh karena itu, semua caleg harus bekerja keras untuk dapat terpilih.

Dalam konteks popularitas, menurut Penulis, caleg terbagi menjadi dua, ada caleg yang sudah banyak dikenal dan ada caleg yang belum dikenal.  Caleg yang sudah banyak dikenal biasanya adalah caleg-caleg incumbent, yaitu anggota dewan yang kembali mencalonkan diri.Caleg-caleg incumbent telah memiliki modal politik dan modal sosial, sementara caleg yang belum dikenal biasanya adalah caleg-caleg baru. Walau demikian, ada caleg baru yang berlatar belakang publik figur seperti artis sudah memiliki popularitas dan cukup dikenal masyarakat.

Para caleg baru meghadapi tantangan yang lebih berat dibandingkan dengan caleg incumbent. Para caleg baru harus lebih intensif memperkenalkan dirinya kepada masyarakat. Hal ini berdampak kepada biaya kampanye caleg baru yang lebih besar dibandingkan dengan caleg incumbent. Bahkan jauh-jauh hari sebelum masa kampanye, mereka sudah melakukan berbagai kegiatan dan memasang berbagai atribut sebagai alat sosialisasi.

Dalam sebuah persaingan, tentunya diperlukan strategi yang tepat dan efektif agar bisa menjadi pemenang. Bagi partai penguasa tentunya menyampaikan hal-hal positif yang sudah dilakukan, sementara partai pesaing akan menyoroti hal-hal yang negatifnya seperti masih tingginya angka korupsi, angka kemiskinan, angka pengangguran, putus sekolah, dan rendahnya jaminan keselamatan, keamanan, dan kesehatan masyarakat. Kini, tinggal calon pemilih yang akan menentukan siapa yang akan dipilih.

Ditelaah dari aspek kebahasaan, salah satu caranya kampanye adalah menggunakan bahasa kampanye yang menarik perhatian. Maksud bahasa di sini diartikan sebagai kata, kalimat, ungkapan, lambang yang digunakan sebagai sarana kampanye. Ada partai yang mencoba menggugah rasa nasionalisme mellaui slogan-slogan “Indonesia Hebat”, “Indonesia Bangkit”, “Indonesia Semangat”, dan “Indonesia Berkah”. Ada yang mengangkat isu lingkungan dengan menggunakan slogan “go green”, slogan “peduli petani”, “peduli guru honor”, slogan-slogan pro perubahan, dan sebagainya. Ada yang mengangkat isu primordialisme dengan menyatakan sebagai putera daerah, ada yang menyatakan sebagai sebagai anak dari seorang pejabat di daerah, anak dari seorang tokoh masyarakat, suami atau istri dari tokoh tertentu yang sudah banyak dikenal masyarakat. Ada caleg yang mengkampanyekan dirinya secara bombastis seolah-olah kalau dia terpilih, dia akan mewujudkan perubahan yang signifikan di daerah pemilihan (dapil)-nya.

Ada juga bahasa-bahasa kampanye yang simpatik, dalam bentuk do’a “semoga hari-hari Anda selalu selalu disertai kesuksesan”, ajakan “bantu Kami untuk membantu Anda”, ucapan “selamat jalan, semoga selamat sampai tujuan”. Ada juga dalam bentuk kegiatan-kegiatan sosial seperti pengobatan gratis, membersihkan jalan, selokan, dan sebagainya. Hal-hal tersebut sah-sah saja dilakukan untuk menarik simpati masyarakat sekaligus sarana pencitraan.

Selain itu, ada yang menyertakan foto ketua umum, tokoh pendiri partai, atau figur yang digadang-gadang menjadi calon presiden. Hal tersebut bisa dilihat dari dua perspektif. Pertama, mengkampanyekan diri sekaligus mengkampanyekan diri sendiri sekaligus mengkampanyekan tokoh lain. Yang kedua, sebagai bentuk ketidakpercayaan diri sang caleg. Dia mencoba nebeng terkenal dibalik popularitas tokoh lain.

Saat ini pemilih khususnya di daerah perkotaan dan kaum terdidik semakin kritis menilai rekam jejak (track record) seorang caleg. Kampanye dalam bentuk slogan-slogan tidak cukup membuat calon pemilih simpati. Yang paling diperhatikan oleh calon pemilih adalah aksi nyatanya dalam membela kepentingan masyarakat, bukan caleg karbitan, yang muncul ke hadapan publik hanya disaat kampanye saja karena butuh suara atau dukungan dari masyarakat karena hal ini hanya dinilai sebagai pencitraan saja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun