Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tolong, Maaf, dan Terimakasih

18 Oktober 2014   18:20 Diperbarui: 4 April 2017   17:27 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketiga kata tersebut di atas begitu familiar di telinga kita. Siapapun tentu sepakat bahwa ketika kata tersebut adalah kata-kata yang dibiasakan untuk diucapkan dalam interaksi sesama manusia. Dalam kehidupan keseharian, sebagai makhluk sosial tentunya setiap manusia tidak dapat hidup sendiri. Dia perlu berinteraksi dengan orang lain. Dalam interaksi tersebut, ungkapan-ungkapan tersebut pasti pernah terucap.

Ketika memohon bantuan kepada orang lain, ucapkan kata “tolong”. Ketika melakukan kesalahan kepada orang lain, ucapkan “maaf”, dan ketika telah dibantu oleh orang lain ucapkan “terima kasih”. Orang yang terbiasa mengucapkan ketiga kalimat tersebut adalah ciri-ciri orang yang memiliki kepribadian yang baik. Baginya, ketiga kata tersebut sangat mudah terucap karena sudah terinternalisasi dalam dirinya.

Kata “tolong”, “maaf”, dan ”terima kasih” memiliki kekuatan yang luar biasa dalam merekatkan tali silaturahmi dan persaudaraan, mendekatkan hubungan yang renggang, mencairkan kekakuan komunikasi, bahkan meredakan sebuah persengketaan. Pada banyak kasus, kemandegan komunikasi dan berbagai konflik yang terjadi di masyarakat karena masing-masing pihak enggan meminta tolong, tidak mau saling memaafkan, dan tidak mau atau tidak tahu berterima kasih.

Diawali dengan kata “tolong”, orang yang dimintai bantuan tentunya akan dengan senang hati membantu, tanpa ada keterpaksaan. Atau kalau pun jika tidak bisa membantu, dia akan menolak dengan halus. Kata “maaf” yang diucapkan dengan tulus dapat memupus sebuah kesalahan, mampu meredam kemarahan, kekesalan, bahkan dendam. Dan kata “terima kasih” sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan kepada orang yang telah membantu. Tentunya orang yang mendengarnya akan senang hati mendengarnya.

Ketiga kata tersebut selain perlu diucapkan secara tulus, juga perlu disertai dengan ekspresi dan bahasa tubuh yang mendukung, karena jika tidak, maka akan terasa hambar, dan akan dinilai hanya sebagai basa-basi saja. Ketika meminta tolong kepada orang lain, disampaikan dengan nada suara yang pelan, tidak terkesan meminta atau memerintah. Ketika memohon maaf, disampaikan dengan suara lirih dan penuh dengan penyesalan, serta janji tidak akan mengulangi lagi kesalahan. Dan ketika mengucapkan terima kasih, disertai dengan wajah yang sumringah dan saling berjabat tangan. Kalau hal itu dilakukan secara face to face, hal yang perlu diperhatikan juga adalah ekspresi wajah dan kontak mata karena hal tersebut akan sangat membantu terhadap efektivitas sebuah komunikasi.

Pembiasaan

Mengucapkan kata “tolong”, “maaf”, dan “terima kasih” perlu dibiasakan kepada anak sejak dini baik di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dalam ketiga lingkungan tersebut pasti terjadi interaksi sosial. Di lingkungan keluarga terjadi interaksi antara suami dengan istri, antara orang tua dengan orang tuanya, antara majikan dengan pembantunya, atau antar anggota keluarga yang lainnya. Di lingkungan sekolah terjadi interaksi antara Kepala Sekolah dengan guru dan staf, antara guru dengan rekan sejawat, dan antara guru dengan peserta didik. Dan di lingkungan masyarakat terjadi interaksi antarmasyarakat, minimal antartetangga dekat hingga tetangga jauh.

Setelah menjadi pembiasaan, maka akan menjadi budaya. Budaya saling tolong, budaya saling memaafkan, dan budaya saling berterima kasih. Alangkah indahnya ketika ketiga hal tersebut banyak muncul di tengah-tengah masyarakat. Budaya tersebut akan membuat kehidupan tentram, aman, dan damai, mampu membangun harmoni dalam membangun keurukunan umat manusia.

Dalam konteks pendidikan, kata “tolong”, “maaf”, dan “terima kasih” adalah wujud implementasi pendidikan karakter. Ketiga kata tersebut selain dapat dengan mudah diucapkan ketika memang terbiasa melakukannya, juga dapat dilakukan ketika seseorang mampu mengalahkan egonya. Walau sangat mudah diucapkan, tapi kalau seseorang belum bisa mengalahkan egonya, maka akan sangat sulit dilakukan. Orang yang mampu mengalahkan egonya, berarti memiliki karakter yang baik.

Sekecil apapun bantuan yang kita minta, awali dengan kata “tolong”, sekecil apapun kesalahan kita, sampaikan permohonaan “maaf”, dan sekecil apapun bantuan orang lain yang kita terima, sampaikan “terima kasih”. Ketiga kata tersebut cerminan perilaku orang mulia dan suka memuliakan orang lain. Ketiga kata tersebut dapat menyehatkan baik secara fisik maupun psikis. Oleh karena itu, mari kita laksanakan untuk kehidupan yang lebih baik. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun