Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru “Kaizen”

13 Februari 2015   16:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:16 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Guru merupakan ujung tombak pembelajaran. Kualitas pembelajaran banyak pengaruhi oleh kualitas guru. Oleh karena karena itu, peningkatan kualitas pembelajaran perlu diawali dengan peningkatan kualitas guru. Peningkatan kualitas guru perlu difasilitasi oleh pemerintah, organisasi profesi guru, dan satuan pendidikan. Selain itu, guru pun harus menempatkan peningkatan profesionalisme disamping menjadi tuntutan, juga menjadi kebutuhan. Oleh karena itu, guru harus memacu diri dan dengan penuh kesadaran dalam melakukannya.

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (Pasal 1 ayat 1 UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen).

Dalam konteks peningkatan kualitas guru, konsep kaizen bisa menjadi menajdi rujukan. Istilah kaizen banyak dikenal dalam manajemen. Kaizen merupakan filosofi membangun budaya mutu berkelanjutan yang berasal dari Jepang. “Kai” berarti perubahan dan “Zen” berarti baik. Dengan demikian, maka Kaizen dapat diartikan sebagai perubahan ke arah yang lebih baik. Filosofi Kaizen berpandangan bahwa selalu tersedia ruang gerak, waktu, dan tenaga untuk melakukan perbaikan. Kaizen selalu berusaha melakukan perubahan karena tidak pernah ada capaian yang bersifat sempurna dan permanen. Kaizen selalu berusaha meningkatkan mutu atas apa yang telah dicapai. Istilah kaizen sama dengan istilah Total Quality Management (TQM) atau Manajemen Mutu Terpadu (MMT) (Sudarwan Danim, 2007: 20-21).

Menurut Penulis, konsep kaizen bukan hanya diterapkan dalam manajemen secara umum, tetapi juga dapat diterapkan oleh guru dalam manajemen pembelajaran, karena guru pada dasarnya adalah pengelola (manager) pembelajaran. Guru memiliki kewenangan untuk mendesain skenario pembelajaran melalui Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuatnya yang kemudian dilaksanakan pada pembelajaran.

Menurut Penulis, ada tiga karakter positif yang dimiliki oleh seorang guru “Kaizen”. Pertama, fokus kepada pelanggan. Pelanggan guru yang paling utama adalah peserta didik. Oleh karena itu, seorang guru perlu memberikan pelayanan prima (service of excellent) kepada setiap peserta didik. Guru menyiapkan skenario pembelajaran dan bahan ajar, serta menyampaikannya dengan model, strategi, metode yang mudah dipahami oleh peserta didik. Guru pun harus memperlakukan peserta didik sesuai dengan karakter, perkembangan berpikir, dan kepribadian mereka.

Kedua, kreatif dan inovatif mengembangkan strategi mengajar. Seorang guru “kaizen” tidak pernah berhenti berpikir untuk terus mengembangkan strategi mengajar agar materi ajar yang disampaikannya dapat dipahami oleh peserta didik dan berdampak kepada tercapainya tujuan pembelajaran. Guru yang kreatif dan inovatif adalah guru yang bertanya kepada dirinya sendiri apakah dia sudah menjadi guru yang baik? apakah dia sudah mendidik degan benar? Apakah anak didiknya mengerti tentang apa yang disampaikan?

Guru “kaizen” terus mengindentifikasi kelemahan dan kekuatan dirinya. Kelemahannya diperbaiki melalui Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (continue professional development), sementara kekuatannya dipertahankan atau bahkan ditingkatkan. Guru “kaizen” adalah guru yang mau mengakui kekurangan dirinya, bersikap terbuka perubahan dan nilai-nilai baru untuk meningkatkan profesionalismenya.  Ketika menemukan masalah dalam pembelajaran atau hasil belajar peserta didik rendah, banyak tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), maka yang bersangkutan melakukan penelitian tindakan kelas (classroom action reseach) untuk mengatasi masalah tersebut.

Ketiga, menjadi pembelajar sepanjang hayat. Guru “Kaizen” tidak pernah berhenti belajar. Dia menjadi pembelajar sepanjang hayat (life long education). Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi yang begitu cepat membuatnya terus memperbaharui (update) dan meningkatkan (upgrade) pengetahuan, keterampilan, dan informasi, khususnya yang berkaitan dengan keilmuan pada mata pelajaran yang diampunya dan strategi pembelajaran untuk semakin meningkatkan kualitas pembelajaran.

Guru “kaizen” memperbaharui dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya melalui berbagai cara antara lain; membaca buku, internet, jurnal, koran, majalah, diskusi dengan pakar atau teman sejawat, aktif di organisasi profesi guru seperti Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), diklat, seminar, workshop, dan sebagainya. Sudahkah kita menjadi guru “kaizen”?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun