Gambaran kota besar biasanya mencakup gemerlap lampu, gedung pencakar langit yang mengesankan, dan hiruk pikuk kehidupan perkotaan. Namun, ada sisi lain dari gambaran ini mengenai kemiskinan ekstrem yang menimpa sebagian besar penduduk perkotaan. Kenyataan ini menimbulkan pertanyaan penting: apakah strategi urbanisasi kita tidak berhasil?
Realitas Kemiskinan di Kota Besar
Kemiskinan di perkotaan mempunyai karakter yang unik jika dibandingkan dengan kemiskinan di perdesaan. Di masyarakat pedesaan, hal ini biasanya disebabkan oleh kurangnya akses terhadap pendidikan, layanan kesehatan, atau infrastruktur dasar. Sebaliknya di perkotaan, kemiskinan masih sering terjadi meski banyak fasilitas modern.
Lihatlah kota-kota yang ramai seperti Jakarta dan Surabaya, yang terkenal dengan mal mewah dan perumahan kelas atas. Namun tak jauh dari situ, ada beberapa kawasan kumuh yang dihuni ribuan orang dalam kondisi memprihatinkan. Mereka seringkali mendapatkan pekerjaan sebagai buruh, pedagang kaki lima, atau di sektor informal, dengan upah rendah yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka.
Ironisnya, situasi ini membuat permasalahan kemiskinan di kota semakin terasa. Segelintir orang menikmati kemewahan, sementara mayoritas bergulat dengan kelangsungan hidup sehari-hari. Skenario seperti ini menunjukkan permasalahan yang lebih dalam dalam pendekatan urbanisasi kita.
Urbanisasi dan Masalah Struktural
Urbanisasi merupakan tren global yang tidak dapat dihindari. Banyak orang bermigrasi ke kota dengan harapan mendapatkan kesempatan kerja yang lebih baik dan kualitas hidup yang lebih baik. Namun kenyataannya tidak semua orang bisa menikmati dampak positif urbanisasi.
Beberapa kota besar di Indonesia menghadapi tantangan dalam mengelola urbanisasi secara efektif. Pertumbuhan pusat perkotaan seringkali tidak dibarengi dengan perencanaan yang matang, sehingga mengakibatkan meluasnya permukiman kumuh, terbatasnya akses terhadap air bersih, dan semakin meningkatnya kesenjangan ekonomi.
Alasan utama di balik kegagalan ini adalah kurangnya fokus pada perencanaan kota yang inklusif. Banyak kebijakan terkait pembangunan perkotaan yang memprioritaskan investasi besar dan infrastruktur mewah, seperti jalan tol atau mal, namun mengabaikan kebutuhan penting masyarakat berpenghasilan rendah.
Selain itu, sektor informal, yang sangat penting bagi kelangsungan hidup banyak masyarakat miskin perkotaan, sering kali diabaikan atau ditekan secara aktif. Faktanya, sektor ini mewakili inti sebenarnya dari kegiatan perekonomian kota.
Dimensi Kebijakan yang Perlu Dikaji Ulang
Banyak kebijakan urbanisasi berfokus pada pertimbangan makroekonomi, namun gagal memperhitungkan dampaknya terhadap kelompok rentan. Misalnya saja, upaya revitalisasi di wilayah perkotaan seringkali mengakibatkan penggusuran paksa terhadap keluarga berpendapatan rendah, yang menjadi tunawisma dan tidak memiliki pilihan yang jelas untuk relokasi atau kompensasi yang adil.
Penting untuk disadari bahwa kemiskinan perkotaan tidak hanya disebabkan oleh rendahnya pendapatan; hal ini juga menyoroti masalah ketimpangan struktural. Kota seharusnya menjadi ruang yang inklusif, namun seringkali menjadi sangat eksklusif. Banyak fasilitas umum, seperti perumahan terjangkau dan transportasi umum, masih belum terjangkau oleh masyarakat miskin.
Mengapa Kemiskinan Kota Harus Jadi Prioritas?
Kemiskinan perkotaan merupakan permasalahan serius yang dapat menimbulkan dampak negatif jika tidak dikelola dengan baik. Hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya kejahatan, pencemaran lingkungan, dan melemahnya ikatan masyarakat. Kota yang benar-benar sukses adalah kota yang memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh warganya, bukan hanya segelintir orang yang memiliki akses terhadap sumber daya.
Oleh karena itu, diperlukan pendekatan baru terhadap kebijakan urbanisasi. Kota harus dibangun untuk semua lapisan masyarakat, bukan hanya kelompok elit kaya saja. Penting bagi perencanaan kota untuk melibatkan masyarakat berpenghasilan rendah sebagai bagian dari solusi, bukan sekadar memandang mereka sebagai korban kebijakan.
Untuk menciptakan kota yang lebih inklusif, pemerintah harus fokus pada investasi pada perumahan yang terjangkau, peningkatan transportasi umum, dan mendukung sektor informal. Kolaborasi dengan dunia usaha swasta dan organisasi masyarakat sipil juga penting dalam upaya ini.
Masa Depan Kota yang Lebih Adil
Adanya kemiskinan yang dibarengi dengan kemewahan perkotaan merupakan cerminan dari semakin meluasnya ketimpangan. Meski begitu, ini bukanlah akhir. Dengan menerapkan solusi yang tepat, kita dapat mengembangkan kota yang lebih adil dan inklusif bagi semua orang.
Tindakan pertama yang perlu diambil adalah mendefinisikan ulang kerangka kebijakan urbanisasi, beralih dari fokus sempit pada konstruksi fisik ke fokus pada pertumbuhan manusia. Kota yang benar-benar maju bukanlah kota yang memiliki menara tertinggi atau kompleks pertokoan terbanyak, melainkan kota yang mampu menumbuhkan kesejahteraan setiap individu yang tinggal di sana.
Memastikan bahwa kebijakan kota dikembangkan dengan keterlibatan masyarakat sangatlah penting. Suara mereka yang hidup dalam kemiskinan perkotaan harus diakui dan diikutsertakan dalam setiap proses pengambilan keputusan.
Adanya kemiskinan di kota-kota besar menjadi pengingat bahwa kemajuan tidak selalu adil. Namun, dengan komitmen bersama, kita dapat menggambarkan bahwa urbanisasi dapat menjadi jalan menuju kondisi kehidupan yang lebih baik bagi semua orang. Mari kita bertujuan untuk menciptakan kota-kota di Indonesia yang benar-benar inklusif, memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk mencapai masa depan yang lebih cerah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H