Utang untuk Momen Satu Hari
Masalah ini tidak hanya menguras tabungan tetapi juga mendorong banyak pasangan untuk meminjam uang. Mulai dari menggunakan kartu kredit hingga meminjam dari bank atau anggota keluarga, utang sering kali merupakan solusi cepat untuk menutupi pengeluaran pesta.Â
Namun dampak jangka panjangnya seringkali diabaikan. Usai hajatan, seringkali pasangan harus menghadapi kendala keuangan yang dapat mempengaruhi stabilitas rumah tangganya.
Alih-alih memulai hidup bersama atas dasar stabilitas, banyak pasangan malah terjebak dalam siklus stres akibat masalah keuangan. Hal ini menimbulkan kontradiksi yang mencolok: hari yang dimaksudkan untuk merayakan kegembiraan, ironisnya, bisa menjadi sumber ketidakbahagiaan mereka.
Apakah Gengsi Selalu Harus Mengalahkan Logika?
Menelaah fenomena ini bukan berarti menentang kemegahan pernikahan. Setiap pasangan hendaknya mempunyai kebebasan untuk merayakan cintanya sesuai dengan impian dan kemampuannya. Namun, penting untuk mengingat tujuan sebenarnya dari pernikahan: komitmen antara dua orang bukan kompetisi sosial.
Menyesuaikan besaran perayaan dengan kemampuan finansial bisa menjadi solusi cerdas, dengan tetap menjaga sentuhan personal. Misalnya, pernikahan yang bersifat convenience tidak hanya lebih hemat namun juga lebih signifikan, karena hanya melibatkan teman dan keluarga terdekat. Ini tentang merayakan kisah cinta Anda, bukan membuktikan status sosial Anda.
Mengubah Narasi Budaya
Untuk mengatasi situasi ini diperlukan perubahan narasi budaya. Pernikahan harus menjadi perayaan sejati, bukan ajang untuk membuktikan diri kepada orang lain.Â
Edukasi finansial juga tak kalah pentingnya, terutama bagi pasangan muda. Mereka harus menyadari bahwa kebahagiaan hidup berkeluarga bukan ditentukan oleh seberapa mewah pernikahan mereka, namun oleh kuatnya hubungan mereka ke depan.