Apakah Gengsi Selalu Harus Mengalahkan Logika?
Menelaah fenomena ini bukan berarti menentang kemegahan pernikahan. Setiap pasangan hendaknya mempunyai kebebasan untuk merayakan cintanya sesuai dengan impian dan kemampuannya. Namun, penting untuk mengingat tujuan sebenarnya dari pernikahan: komitmen antara dua orang bukan kompetisi sosial.
Menyesuaikan besaran perayaan dengan kemampuan finansial bisa menjadi solusi cerdas, dengan tetap menjaga sentuhan personal. Misalnya, pernikahan yang bersifat convenience tidak hanya lebih hemat namun juga lebih signifikan, karena hanya melibatkan teman dan keluarga terdekat. Ini tentang merayakan kisah cinta Anda, bukan membuktikan status sosial Anda.
Mengubah Narasi Budaya
Untuk mengatasi situasi ini diperlukan perubahan narasi budaya. Pernikahan harus menjadi perayaan sejati, bukan ajang untuk membuktikan diri kepada orang lain. Edukasi finansial juga tak kalah pentingnya, terutama bagi pasangan muda. Mereka harus menyadari bahwa kebahagiaan hidup berkeluarga bukan ditentukan oleh seberapa mewah pernikahan mereka, namun oleh kuatnya hubungan mereka ke depan.
Selain itu, kita harus menyadari pentingnya peran media dan industri pernikahan. Daripada berfokus secara eksklusif pada kemewahan, mungkin inilah saatnya bagi mereka untuk mempromosikan pilihan pernikahan yang lebih inklusif dan ramah anggaran. Tren ini perlahan mulai muncul, dengan semakin populernya pernikahan ramah lingkungan karena harganya yang terjangkau dan dampak positifnya terhadap masyarakat.
Refleksi untuk Generasi Mendatang
Fenomena pernikahan mewah menunjukkan bagaimana masyarakat kita saat ini fokus pada penampilan. Namun, seiring semakin banyaknya orang yang menyadari nilai kebahagiaan sejati, terdapat optimisme bahwa tren ini akan terus berkembang. Penting bagi generasi mendatang untuk memahami bahwa pernikahan adalah tentang membangun masa depan bersama, bukan hanya menghabiskan seluruh sumber daya mereka pada satu hari istimewa.
Yang terakhir, kita harus merenungkan pertanyaan penting ini: haruskah kesombongan lebih diutamakan daripada logika? Jika kita bisa menjawab dengan tulus, kita mungkin mulai mendapatkan perspektif yang lebih sehat tentang cara kita merayakan cinta dan komitmen.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H