Mohon tunggu...
Rial Roja
Rial Roja Mohon Tunggu... Editor - Digital Marketer/Content Writer

Menghidupkan tulisan dengan gaya santai namun informatif. Mari berbagi cerita dan inspirasi!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Gengsi Mengalahkan Logika: Fenomena Pernikahan Berbiaya Tinggi

23 November 2024   17:48 Diperbarui: 23 November 2024   20:35 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Cincin Pernikahan. (Sumber: qimono)

Banyak orang memandang pernikahan sebagai peristiwa sekali seumur hidup yang harus dirayakan dengan cara yang unik. Namun, di dunia media sosial yang glamor, esensi sakral dari pernikahan sering kali digantikan oleh fokus pada kesombongan dan persaingan status. Tak jarang perayaan pernikahan menguras sumber keuangan dan berujung pada utang yang besar. Tren pernikahan beranggaran tinggi ini bukan hanya fase sementara; ini mencerminkan budaya yang semakin terobsesi dengan citra.

Pernikahan Impian yang Menguras Kantong

Banyak pasangan muda kini menganggap pernikahan mereka sebagai kesempatan utama untuk menunjukkan kesuksesan mereka. Mereka memilih lokasi eksklusif, dekorasi mewah, pakaian desainer, dan memanfaatkan teknologi canggih untuk dokumentasi, yang semuanya dianggap penting. Sayangnya, kebutuhan finansial elemen-elemen tersebut seringkali melebihi kemampuannya.

Ironisnya, banyak masyarakat yang merasa harus mengadakan perayaan mewah karena norma sosial. Mereka takut pesta yang lebih sederhana akan membuat mereka tampak tidak mampu menafkahi atau menghargai pasangannya. Hal ini mengakibatkan keputusan keuangan yang seharusnya sederhana menjadi terjerat dalam masalah status.

Media Sosial dan Standar Tidak Realistis

Peran media sosial sangat penting dalam mendorong tren pernikahan mahal. Dengan postingan dari pernikahan selebriti dan influencer pernikahan yang memamerkan detail luar biasa, platform ini menciptakan cita-cita yang tidak realistis bagi pasangan pada umumnya. Gambar-gambar indah yang dihias dengan bunga-bunga mahal dan para tamu yang berpakaian elegan dapat mendorong banyak orang untuk meniru kemewahan tersebut, meskipun itu berarti melampaui batas finansial mereka.

Selain itu, ada peningkatan tekanan untuk "melestarikan" momen-momen ideal ini di media sosial. Tidaklah cukup hanya dengan mengadakan pernikahan; acara tersebut harus ramah Instagram dan menerima banyak suka. Di sinilah dorongan untuk menyesuaikan diri dengan ekspektasi online terkadang mengalahkan alasan logis.

Utang untuk Momen Satu Hari

Masalah ini tidak hanya menguras tabungan tetapi juga mendorong banyak pasangan untuk meminjam uang. Mulai dari menggunakan kartu kredit hingga meminjam dari bank atau anggota keluarga, utang sering kali merupakan solusi cepat untuk menutupi pengeluaran pesta. Namun dampak jangka panjangnya seringkali diabaikan. Usai hajatan, seringkali pasangan harus menghadapi kendala keuangan yang dapat mempengaruhi stabilitas rumah tangganya.

Alih-alih memulai hidup bersama atas dasar stabilitas, banyak pasangan malah terjebak dalam siklus stres akibat masalah keuangan. Hal ini menimbulkan kontradiksi yang mencolok: hari yang dimaksudkan untuk merayakan kegembiraan, ironisnya, bisa menjadi sumber ketidakbahagiaan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun