Sore itu, hujan deras mengguyur, membasahi jalanan kota yang sepi. Clara, seorang mahasiswa arsitektur, baru saja kembali dari perpustakaan kampus. Di dalam tasnya terdapat beberapa buku tebal dan sebuah laptop yang ia gunakan untuk menyelesaikan tugasnya. Namun, barang paling krusial ada di saku kecilnya: flash drive berisi desain akhir proyek kelulusannya.
Clara turun dari bus dan berjalan menyusuri jalan sempit menuju apartemennya. Jalan pintas ini, meski remang-remang, tidak asing baginya. Namun malam ini terasa berbeda. Hujan menambah dinginnya udara, dan kabut tebal menyelimuti jalanan. Lampu jalan yang biasanya bersinar terang, berkedip tak menentu, seolah hendak padam.
Di tengah perjalanannya, Clara melihat sesuatu yang aneh. Jalan yang dia tahu sepertinya telah berubah. Dinding yang biasanya dipenuhi coretan kini tampak gundul dan kusam. Beberapa pintu yang dilewatinya sedikit terbuka, memperlihatkan kegelapan di dalamnya.
"Mungkin aku hanya terlalu lelah," gumam Clara berusaha menghilangkan rasa takutnya. Namun, langkahnya melambat ketika dia melihat koridor yang belum pernah ada sebelumnya di sisi kiri jalan.
Koridor itu panjang, sempit, dan gelap. Tidak ada apa pun pada akhirnya kecuali gambaran samar yang sulit untuk didefinisikan. Clara terdiam beberapa saat, mencoba mengingat apakah dia pernah melihat koridor ini sebelumnya.
"Tidak mungkin," bisiknya. "Aku selalu lewat sini."
Ada sesuatu yang entah bagaimana membuatnya mendekat. Rasanya koridor itu memberi isyarat padanya. Meski hatinya menjerit agar dia kembali, rasa penasaran mulai menguasai. Clara melangkah masuk.
Langkah pertama terasa biasa saja, namun semakin jauh, suasana berubah drastis. Udara di sekitarnya semakin padat, dan suara hujan yang terjadi beberapa saat lalu memudar. Keheningan terasa tidak wajar, seolah dunia di luar koridor telah menghilang.
Clara berbalik. Jalan yang baru saja dia lalui sudah tidak terlihat lagi. Sebaliknya, ada sebuah koridor yang sepertinya membentang tanpa henti.
"Apa yang terjadi di sini?" dia berbisik, napasnya bertambah cepat.
Dia mencoba mempercepat langkahnya, berharap menemukan ujung koridor, tetapi dengan setiap langkahnya, tempat itu terasa semakin jauh. Dinding koridor mulai berubah. Yang awalnya hanya dinding batu biasa kini memiliki ukiran aneh, menyerupai simbol-simbol kuno yang tidak ia kenali.
Kepanikan mulai menyebar. Clara merogoh tasnya, mencari ponsel untuk menerangi jalannya. Namun saat layarnya menyala, dia terkejut melihat waktu yang tertera: 00:00. Beberapa saat yang lalu, dia yakin saat itu masih jam sepuluh malam.
Tiba-tiba, bisikan memenuhi udara di sekitarnya. Suara-suara itu tidak jelas, seperti kerumunan orang yang berbicara secara bersamaan dalam bahasa yang tidak dia mengerti. "Siapa disana?!" Clara berteriak, suaranya bergema di koridor yang kosong.
Tak ada jawaban, hanya bisikan-bisikan yang semakin mendekat, mengelilinginya. Dalam kepanikannya, dia mulai berlari. Namun, semakin dia berlari, dia semakin tidak merasa bergerak sama sekali. Lorong itu sepertinya sedang mempermainkannya.
Di tengah penerbangannya, Clara melihat sesuatu yang membuatnya tiba-tiba berhenti. Di ujung koridor berdiri sesosok bayangan. Tinggi badannya tidak biasa, dan tubuhnya tampak memanjang, seolah meregang. Dia tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas, hanya senyuman lebar yang meresahkan.
Clara ingin mundur, namun kakinya terasa terpaku di tempatnya. Sosok itu mulai mendekat, namun gerakannya tidak seperti manusia. Tampak melayang, tubuhnya berayun lembut.
"Nona Clara..." sebuah suara yang dalam dan bergema memanggilnya.
Clara membeku. "Bagaimana kamu tahu namaku?"
Sosok itu tidak merespon, hanya terus bergerak mendekat. Clara berjuang untuk menggerakkan tubuhnya, dan akhirnya dia berhasil melarikan diri. Namun, lorong itu terasa semakin sempit, seolah mencoba menjebaknya di antara dinding.
Di tengah kepanikannya, Clara melihat sebuah pintu kecil rapuh di sisi kanan koridor. Itu adalah satu-satunya jalan keluar yang terlihat. Tanpa ragu, dia membuka pintu dan melangkah masuk.
Namun, apa yang ada di balik pintu itu bahkan lebih mencengangkan. Dia mendapati dirinya kembali berada di lorong yang sama, seolah-olah dia tidak pernah meninggalkannya sama sekali.
"TIDAK!" Clara berteriak, suaranya bergema.
Sesosok bayangan muncul di belakangnya, mendekat. Clara bisa merasakan kehadirannya, dingin dan mengancam. Mengumpulkan keberanian terakhirnya, dia berteriak,
"Apa yang kamu inginkan dariku?"
Sosok itu berhenti sejenak, dan dengan suara yang menggelegar, dia menjawab
"Kamu telah memasuki tempat yang bukan milikmu, dan sekarang kamu menjadi milik kami."
Tiba-tiba, koridor itu mulai runtuh. Dinding berubah menjadi bayangan gelap yang melahap semua yang dilewatinya. Clara mencoba lari, tapi tidak ada tempat untuk melarikan diri. Kegelapan akhirnya menyelimuti dirinya.
Saat dia membuka matanya, Clara mendapati dirinya berada di tempat yang berbeda. Dia berdiri di sebuah ruangan luas yang dipenuhi cermin-cermin tua. Di setiap cermin, ia melihat bayangannya, namun dengan ekspresi berbeda. Ada yang tersenyum, ada yang menangis, dan ada yang tampak marah.
Clara berjalan ke salah satu cermin. Saat dia menyentuhnya, sebuah tangan terulur dari dalam kaca dan menariknya masuk. Dia berteriak, tapi suaranya menghilang dalam keheningan.
Keesokan harinya, apartemen Clara ditemukan kosong. Barang-barangnya masih ada, tapi tidak ada tanda-tanda keberadaannya. Satu-satunya hal yang aneh ada di layar laptopnya: gambar koridor tak berujung, dengan sosok bayangan tinggi berdiri di tengahnya.
Tidak ada yang tahu pasti apa yang terjadi pada Clara. Namun, beberapa orang yang berjalan di jalan sempit pada malam hari melaporkan melihat gang yang sama dan mendengar bisikan samar memanggil mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H