Akan tetapi ruangan itu kosong, kecuali beberapa perabotan tua yang ditutupi seprai putih. Dia merasakan gelombang kelegaan menyapu dirinya, tapi tiba-tiba, pintu di belakangnya terbanting menutup dengan suara keras. Shinta kaget dan berbalik, kepanikan melanda.
Angin sepoi-sepoi yang menyegarkan menerpa wajahnya, membuat rambutnya berkibar liar. Dia mencoba mendorong pintu hingga terbuka, tetapi pintu itu terkunci rapat. Saat itu juga, dia menyadari ada bisikan yang bergema di sekelilingnya.
"Pergi dari sini..."
Shinta tiba-tiba merasakan ketegangan. Bisikannya begitu dekat, seolah-olah ada seseorang di sampingnya yang berbicara dengan lembut. Dia menoleh, hanya untuk menemukan bahwa dia sendirian.
Tanpa rasa takut, dia mengumumkan, "Saya tidak akan pergi ke mana pun! Rumah ini adalah hak milik saya!"
Bisikan itu menghilang, digantikan oleh tawa lembut yang menghantui. Cahaya di ruangan itu tiba-tiba meredup, dan Shinta melihat bayangan di dinding bergerak, padahal tidak ada apa pun disekitarnya yang menyebabkan hal itu.
Dia menutup matanya dan fokus pada pernapasannya. Saat dia membukanya lagi, pintu kamar sudah terbuka. Dia segera meninggalkan kamar dan berjalan ke bawah.
Setelah beberapa saat, dia bisa menemukan ketenangan. "Mungkin karena rumah ini sudah lama kosong," pikirnya. Namun, jauh di lubuk hatinya, dia merasa ada yang tidak beres di rumah ini.
Keesokan harinya, Shinta berusaha menepis pengalaman aneh itu. Saat membersihkan rumahnya, dia menemukan sebuah kotak kayu antik di lemari dapur. Terkunci, tapi kuncinya masih ada di gemboknya. Karena penasaran, dia membuka kotak itu dan menemukan sebuah buku harian tua.
Di halaman-halaman itu, tulisan tangan pamannya ada dimana-mana. Tapi setiap kata yang dia baca, rasa merinding menjalari dirinya. Catatan tersebut mengungkapkan keberadaan "penghuni tak kasat mata" yang telah tinggal di rumah tersebut jauh sebelum mereka pindah.
"Orang-orang itu tetap tinggal," kata pamannya. "Dia tidak suka gangguan. Jangan buka pintu kamar tamu di lantai dua. Itu area pribadinya."