Kesibukanku di bulan Oktober 2024 tak berjeda. Tujuh hari seminggu terasa tak cukup memenuhi hasrat kerja. Sabtu-Minggu berlalu, tiba-tiba Senin muncul dengan segudang rencana. Agenda besar menguras energy usai, inisitaif lain antri menunggu. "Ah, rutinitas kerja mendera setiap hari tak berhenti. Kapan ya bisa rehat untuk berefleksi sesaat ...", keluhku sebelum tidur malam.Â
Carl Honore, filosuf Kanada dalam buku "In Prise of Slowness", berkata, "We are slave to our schedules". Selanjutnya ia mengingqtkan, "manfaat besar dari memperlambat langkah adalah mendapatkan Kembali waktu dan ketenangan untuk membuat koneksi yang bermakna -- dengan pekerjaan, dengan tubuh dan pikiran kita sendiri". Rehat dari pikuk rutinitas jadi keniscayaan.
Kala kantor menawarkan pekerjanya jeda untuk healing akhir Minggu, secepat kuiyakan. Kota Yogyakarta disepakati sebagai destinasi. Waktunya dari 14-16 November 2024 dan diikuti 9 orang menggunakan moda kereta api. Tim kecil merancang itenerary (schedule acara) ditengah kesibukan.
Pagi, Kamis, 14 November 2024, langit Jakarta cerah merona. Pertanda hujan tak turun ke bumi. Kereta Argo Dwipangga yang mengangkut kami, berangkat pukul 08.50 dari stasiun Gambir ke Yogyakarta. Waktu dimana kesibukan ibu kota menggeliat di semua akses menuju stasiun.Â
Kami berjibaku ke Gambir penuh "drama". Kebayang kan, padatnya akses jalur ke stasiun melewati keramaian ibukota.Â
Seorang teman bercerita kakinya terkilir saat turun tangga stasiun Gondangdia menuju Gambir, karena terburu-buru takut ditinggal kereta. Teman lain bercerita akses jalan ojol yang ditumpangi tertutup barisan militer, membuat jantungnya berdenyut kencang.
Pengalamanku senada. Setelah turun dari LRT, perjalananku terhenti ke akses menuju busway jurusan Gambir, karena puluhan murid taman kanak-kanak ramai di sana. Ahamdulillah, meski berdrama ria, kami berkumpul di pintu masuk kereta pas jam keberangkatan.
Sinar matahari melipir malu-malu di balik tirai jendela kereta. Bunyi peluit masinis melengking, tanda kereta segera berangkat. Riuh ramai penumpang di gerbong kereta, semua bercerita drama menuju Gambir. Lima belas menit berlalu, suasana hening. Sebagian teman membuka lap top dan HP untuk meeting zoom.
Waktu makan siang tiba. Semua membuka bekalnya. Teman sebelah kursiku membuka bungkusan yang disiapkan istri. Yang lain -- temanku yang menjalani hidup sehat -- membuka bekal berisi buah dan salad. Semua saling berbagi bekal membuat suasana gerbong semarak. Bagi yang bosan makanan rumah, mereka ngacir ke resto kereta.
Setengah jam berlalu, suara teman-teman tak terdengar, pertanda kantuk menyergapnya. Sebagian lagi melamun dan memandang sawah sepanjang kiri-kanan perjalanan kereta. Hiingga akhirnya kereta mendarat di Yogyakarta pukul 16.00 sore hari. Berikut cerita healingku di Yogya.