Air sungai ini mengalir melewati bawah jalan – berfungsi jembatan -- hingga beberapa meter dari rumah yang kutempati. Pemilik rumah mengalirkan ke kamar mandi keluarga nuntuk keperluan hidup. Karena air sungai tak pernah surut, maka kebutuhan air keluarga juga tak kekurangan.
Malam berangsur gelap. Jalan raya nampak sepi. Kami duduk diatas dipan-panjang samping rumah yang berfungsi sebagai ranjang tidur.
Karpet digelar dan bantal dihamparkan. Kami mengobrol bareng tuan rumah hingga jam 21.00 malam. Iseng-iseng saya bertanya apakah masih ada binatang berkeliaran ke areal rumah.
Menurutnya, dulu monyet dan babi hutan tiba-tiba muncul seberang jalan arah sungai. Mungkin karena asal muasal daerah ini adalah lokasi hunianya. Manusia membuka lahan dan menempati belakangan.
Waktu tidur tiba. Udara tidak begitu dingin. Mataku perlahan lelap. Suasana hutan pegunungan nan sepi, membuatku khawatir. Lalu lalang kendaraan di jalan mulai tak terlihat. Tenang dan senyap.
Motor melintas sesekali. Sorot lampunya mengagetkantku dan terjaga. Awalnya, saya kesulitan memejamkan mata. Tertidur dua jam, kelopak mata terbuka kembali. Begitu seterusnya. Saya berkhayal yang bukan-bukan, kalau-kalau ada monyet mencari makanan dan mendekat rumah.
“Dur.. dur… grek.. grek….”, telingaku mendengar suara berisik di atap yang terbuat dari seng. Kekhawatiranku membuncah kala itu. Kulihat jam tanganku pukul 02.00 malam. Kupandang langit-langit tempat tidurku.
Saya memperhatikan seksama, binatang apa gerangan yang bersemanyam diatas seng.
Saya duduk dan kupandangi sekelilingku yang sepi dan gelap. Sekuat tenaga, saya memejamkan mata. Akhirnya, saya tertidur pulas hingga pagi. Saat kutanya tuan rumah bunyi di atas seng paginya, ternyata ayam berlari-lari mencari lokasi tidur.
Keindahan Alami Kampung Tengah Perkebunan